Sabtu, 08 Desember 2012

2nd Indonesia international Conference on Communication Experience part 2 ( review of the program )

by Dimas Prakoso on Friday, December 7, 2012 at 11:37pm ·

Akhirnya conference ini kelar juga. Ini adalah konferensi yang menurutku sih keren banget.dari segi pembicara, mereka berasal dari banyak tempat di dunia. Mulai dari Amerika, Australia dan benua biru Eropa. Bahkan bisa dibilang pembicara tersebut sangat representative.

Disini jujur saya belajar banyak hal. Bukan saja tentang komunikasi, media study, media regulation and so and so.. but more than it. I also learn about gimana sih caranya seorang expert itu bersikap. Meski untuk yang satu ini saya melihat banyak sekali akademisi di Indonesia khususnya kampus saya sangat minta dihargai just in case they are a professor. Padahal kalo kita kaji lebih dalam yang namanya professor tanpa meminta pun pasti akan dihargai. Sesuatu yang jumping mungkin ya ketika kita melihat masalah ini. Namun disini dan para keynote tentunya.. mereka tidak melihat gelar sebagai sbuah boundaries. But may they think that the most academic title hanya untuk cara bagaimana bisa sharing ilmu lebih baik lagi. Selama acara ini mereka yang bergelar doctor dan professor serta praktisi berkumpul jadi satu. Mereka juga gasegan menyapa duluan. Padahal mereka tahu yang disapa bukan akademisi dengan banyak gear ndrembel. Its so differ…

Event ini diawali dengan keynotes speaker dari ketiga orang yakni professor khrishna sen, Professor Merlyna Lim, and Professor Leen d’haenens. Professor khrisna sen mengawali acarra dengan paparan mengenai pentingnya researcha di bidang komunikasi termasuk media di dalamnya. Ada yang menarik disini. Menurut professor Krishna sen, banyak sekali kajian tentang islam di dunia yang justru ditulis oleh orang asing. Mengapa tidak ditulis oleh asli orang Indonesia saja. Hal itu pasti akan lebih baik. Beliau juga menyajikan data bahwa Indonesia menempati urutan pertama untuk Negara terkaya. Kaya dalam artian adalah potensi yang ada dilamanya terlepas potensi tersebut sudah tergarap atau belum. Bahkan beliau yang fasih berbahasa Indonesia juga menyatakan ‘ Indonesia culture must save and keep by Indonesian”. Sesuatu yang mencengangkan aku rasa,karena diucapkan oleh seorang dari laur Indonesia.

Dibelakang Khrisna ada professor Merlyna Lim. Beliau lebih banyak berbicara tentang perkembangan media dewasa ini. Perkembangan media tidak hanya old media yakni paper and broadcast but also new media such as fb and so and so. Dalam salah satu kajiannya tersebut ada stu temuan menarik jika banyak sekali akademisi Indoensia yang banyak bercuap tentang politk di Indonesia tanpa melakukan research alias bahasa gampangannya omong doang. Semua didasarkan pada satu titik bernama Jakartasentris. Orang jawa banyak yang ga akan tahu tentang papua. Karena mereka merasa terpinggirkan. Maka dari itu papua mencari dari source lain. Selain berbicara tentang keilmuan dari ranah dalam negeri, beliau juga berbicara tentang banyaknya gerakan gerakan di internet yang tidak sesuai dengan realita. Seperti gerakan reeformasi di jazirah arab, afrika juga demo besar besaran di Malaysia.

The last for keynotes speakers session is professor Leens dari KU Leuvens belgia. Personally materi ini paling relevan dengan situasi saya sebagai broadcaster. Satu yang saya garis bawahi disini adalah ‘ public broadcasting professional journalist must giving community servic’. Sepertinya ini masih belum terjadi di media public negeri ini. Gimana mau dilaksanakan ketika seorang reporter juga dibebani tugas sebagai fundriser untuk media tersebut. Ketika ada liputan dia justru dipanggil oleh atasan untuk memberikan sejumlah setoran untuk kantor. Sebenernya mereka itu jurnalis ato marketing or fundriser sih? Ada yang lebih parah dari itu, Indonesia community media is not protected by the law. Hmm this is special issue here.

Tiga kalimat tersebut membuat mata kami terbuka tentang permasalahan yang terjadi disini. Setelah session ini kami semua dibagi dalam parallel discussion. Ada lima panel dan dua sesi untuk hari pertama. Demikian juga untuk hari kedua, seelah coffee break parallel session dimulai. Ada lima parallel discussion disini dengan dua session. Saat lunch ada semacam special appearance dari CIPG and HIVOS terkait penelitian mereka. Final closure meneguhkan kembali eksistensi konferensi ini. Mulai dari keynoter speakers dan sejumlah attendees memberikan pandangan mereka tentang jalanya indoicc 2012. Final clousure ini sekaligus sebagai penutup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar