Kamis, 31 Januari 2019

BERANGKAT JADI TKI

Baru baru ini saya mendadak iseng buat nengokin kondisi blog ini. Dan hasilnya ngenes banget. Udah lebih dari 3 tahun kamu ga Papa urus ya nak... Duh makanya abis ini Papa mau urus kamu lagi. Yup... Riset tesis idealis Saya Dan kewajiban ngantor di tiga lokasi bikin blog ini ga keurus. Tapi sepertinya Saya akan coba kembali aktifkan blog ini. Ya sebatas buat berbagi cerita Dan pengalaman selama ini ajah.

Trus itu judul kenapa kok berangkat jadi TKI? Kamu ga beneran jadi pekerja migran kan? Ya tentu aja enggak. Saya cuma mau bercerita pengalaman Saya waktu barengan sama mbak mbak calon TKI dalam penerbangan ke Hong Kong beberapa waktu lalu. Jadi fokus tulisanya ke perjalanan mbak mbak calon TKI Hong Kong ya. Kalo untuk review flight Dan pengalaman Saya ke Luar negeri, tar deh abis ini aja dibikinnya.

Pagi itu Saya tiba di Juanda sekitar jam setengah 5 pagi. Suasana masih sepi. Counter check in Cathay Pacific juga belum buka. Saya gunakan waktu buat Jalan Jalan disekitar terminal. Baru saat papan status udah berubah ke check in Saya masuk. Diluar dugaan check in area udah ramai. Kebanyakan dari mereka adalah mbak mbak dengan rambut dipotong pendek, kemeja putih, celana kain hitam dan jaket yang senada warnanya. Mereka adalah mbak mbak yang akan mengadu nasib ke negeri orang buat bekerja sebagai pekerja migran.

Suasana counter check in juga rame. Nah disini mbak mbak itu langsung dipanggil ke counter cek in bergelombang. Satu counter cek in langsung menangani 5 orang. Mereka juga dipandu untuk mengisi sejumlah form oleh petugas darat Cathay Pacific. Saya yakin bekerja sebagai petugas darat Cathay Pacific di Surabaya itu ga gampang. Mereka harus mengatur agar temen temen BMI terlayani tanpa mengganggu penumpang reguler. Itu kenapa mereka melakukan jemput bola. Penumpang reguler diijinkan cek in di counter business class dan premium economy class jika kedua counter tersebut sepi. Soalnya proses si mbak mbak ini pasti ga akan cepat.


Sebenernya mulai cek in sampai boarding Saya ga terlalu berinteraksi sama mereka. Saya baru berinteraksi justru saat sudah di dalam pesawat. Kebetulan dua seat di sebelah Saya diisi mbak mbak BMI ini. Saat itu kami sempat ngobrol. Mbak mbak ini mengaku berasal dari Ponorogo dan Pacitan. Mereka juga mengaku kalo ini adalah pengalaman pertamanya naik pesawat.

Ketidaktahuan dan Indikasi Diskriminasi

Sebelum lanjut saya ingin menegaskan dulu bahwa tulisan saya sama sekali tidak bertendensi apapun. Tulisan ini tidak untuk mendiskreditkan siapapun baik temen temen BMI maupun maskapai penerbangan. Saya membuat tulisan ini untuk self reminder dan mungkin bisa jadi masukan buat yang mau berangkat jadi BMI.

Okay lanjooooottt... Pesawat yang kami tumpangi adalah jenis Boeing 777 dengan konfigurasi kursi kelas ekonomi 3-4-3. Sebenernya konfirmasi dengan tipe ini baru dibuat beberapa hari sebelumnya. Soalnya pas aku cek Minggu sebelumnya konfigurasi pesawat adalah Airbus 330. Saat itu aku udah memesan tempat duduk di dekat jendela. Tak lama kemudian dua orang mbak mbak ini datang. Mereka datang dengan barang bawaan kabin yang lumayan. Salah satunya adalah ransel. Dia main letakin aja ranselnya dibawah kaki. Ini jelas akan mengganggu penerbangan dong. Akupun mencoba bilang ke dia untuk naikin aja ke kompartment diatas atau masukin ke lorong kursi di depannya. Eh dianya ga mau. Malah dia menatapku dengan tatapan ga percaya. Dan.... Bener dong. Saat lagi ngitung penumpang, pramugara datang. Dia bilang

' ms, can you put your Luggage here or may be put it under the seat in front of you're

Si mbak ini cuma tolah toleh ga ngerti dia ngomong apa. Akupun mentranslate. Aku bilang

' mbak, kan bener aku bilang, tasnya taruh atas atau masukin ke bawah kursi depan, sama mas pramugaranya disuruh gitu'

Tanpa menjawab apa apa dia ikuti arahanku buat masukin tasnya ke bawah kursi didepannya. Si pramugara cuma bisa diam dan bingung aku ngomong apa ke si mbak. Liat situasi ackward aku tanggap dan bilang ke pramugara

' I just translated what you said to them. I am not sure that they can speak English. I just help you for trainslate'

' oh, okay thank you very much sir' lalu si pramugara itu berlalu. Kemudian si mbak ini nanya
' mas maaf saya Ndak pengalaman naik pesawat. Memangnya kenapa to kok tas Ndak boleh dibawah kaki'

Sayapun jelasin ke mbaknya kalo itu udah aturan penerbangan yang berlaku secara internasional. Soalnya ada istilah critical eleven dimana 11 menit pertama itu sangat vital. Selain itu kalo ada hal yang ga diinginkan, hanya ada waktu 1,5 menit buat evakuasi semua penumpang. Kalo ada tasjelas akan menghalangi proses evakuasi. Si mbak pun ekspresinya berubah.

Sebelum push back, pramugara menawarkan selimut. Saat itu aku minta selimut buat antisipasi dingin. Alasanku ambil kursi Deket jendela adalah agar aku bisa dapat sinar matahari. Soalnya aku yakin dalam penerbangan panjang ini pasti akan dingin. Pas aku ambil selimut, si mbak aku tawarin tapi dia nolak.

Saat tiba service makan, lagi lagi bahasa menjadi barrier. Akupun mulai kembali mentranslate. Aku udah feeling si mbak akan pesen makanan sama kaya aku. Makanya aku ambil makanan dengan nasi sebagai base nya. Dan ternyata bener, si mbak ambil makanan sama kaya aku.

Dalam penerbangan itu aku beberapa kali minta Refill air putih. Dalam penerbangan itu aku juga terlihat nyaman dengan selimut dan tidur sangat nyenyak. Sedangkan dua mbak disampingku terlihat kedinginan. Aku rasa cukup masuk akal mereka kedinginan. Jaket dari perusahaan yang memberangkatkannya sangat tipis. Ditambah mereka hanya menggunakan kemeja warna putih tipis juga.

Setengah jam sebelum landing aku udah bangun. Merasa ga tau harus ngapain lagi, akhirnya aku mulai ngobrol sama mbak mbak sebelahku. Si mbak pun mulai bertanya soal aku yang berkali kali Refill minuman tadi. Dia bertanya apakah itu berbayar atau tidak. Akupun ngejelasin kalo itu ga bayar alias kita bisa minta langsung ke pramugari. Lalu ada semacam rasa menyesal kenapa kok ga minta dari tadi.

Di saat yang sama, muncul notifikasi di layar masing masing. Layar tersebut berisi tentang jadwal penerbangan lanjutan, informasi dimana harus security check Bagi penumpang dengan penerbangan lanjutan, gate keberangkatan untuk sejumlah kota tujuan yang lain, nomor penerbangan, hingga informasi di belt atau conveyor mana barang kita keluar bagi mereka yang mengakhiri penerbangan di Hong Kong. Seketika aku mulai menerangkan informasi tersebut ke mbak mbak di sebelahku. Aku jelasin proses apa saja yang harus mereka lalui saat tiba di Hong Kong. Termasuk aku ingetin mereka buat isi semacam departure card. Awalnya aku kira mbak mbak itu akan ngerti penjelasanku. Namun aku baru yakin kalo mereka ga ngerti saat muncul pertanyaan

' mas nanti keluarnya bareng masnya kan?'

Maaakkk..... ini mah fixed si embak kagak paham sama penjelasanku dari tadi kalo aku harus transit. Akhirnya akupun jelasin lagi kalo aku cuma transit di Hong Kong yang artinya aku ga keluar bandara karena kudu terbang lagi ke Beijing. Aku bahkan juga bilang kalo nanti si mbak udah sampai rumah aku masih di udara. Seketika aku liat ekspresi wajah si mbak berubah jadi khawatir. Melihat situasi itu, aku kembali menerangkan soal prosedur kedatangan dan belt barang. Aku berkali kali tanya apakah si mbak udah cukup paham atau belum. Berkali kali pula si mbak bilang ga paham. Berkali kali pula si mbak minta maaf atas ketidakpahamannya karena baru pertama naik pesawat dan International flight pula. Deg. Aku kaget dan mendadak khawatir. Lagi lagi aku jelasin step by step. Hingga pada akhirnya aku nyerah. Aku bilang ke mbaknya buat inget inget kira kira mana penumpang dari pesawat ini. Ikuti dia jalan.

Setelah pesawat mendarat dan terparkir sempurna di HKIA, aku liat mbaknya udah berdiri dan antri jauh di depanku. Sedangkan aku masih nikmatin suasana HKIA dari jendela. Saat antrian mulai jalan keluar, aku baru berdiri buat turunin bagasi kabin. Aku kaget saat tiba di ujung garbarata. Aku liat dua mbak tadi cuma bisa berdiri bingung. Aku sempat hampiri dan tanya lagi ngapain disini? Padahal rentang waktu dia jalan dan keluar jauh lebih dulu. Si mbak pun cuma jawab nunggu temen. Karena jalur berbeda, akupun terpaksa kudu meninggalkan si mbak ini.

Jujur pengalaman ketemu mbak mbak TKI itu bikin aku kepikiran. Kira kira si mbak paham ga ya alurnya. Terlebih pas si mbak cerita mereka ga ada yang antar naik pesawat. Mereka cuma disuruh naik pesawat sendiri dan melewati semua sendirian. Dia cerita kalo nanti dijemput di kedatangan. Yang bikin aku khawatir adalah karena itu penerbangan pertama mereka. Kedua, mereka tidak terlalu mampu berbahasa asing. Bahasa Inggrisnya bisa dibilang ga bisa. Bahasa Kanton pun masih sangat terbatas. Lalu gimana mereka akan berkomunikasi? Semoga si mbak selalu diberkahi. Semoga si mbak bisa membawa hal positif dan sukses memperjuangkan kesejahteraan keluarganya dengan bekerja di negeri seberang. Amin.