Sabtu, 29 Desember 2012

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA RANK, berapa berapa berapa..... ?????

by Dimas Prakoso on Saturday, December 29, 2012 at 7:09pm

teret tetet tetettttttt... sudah akhir tahun neh. wah pasti teman teman dan pembaca sekalian pada sibuk dengan resolusi masing masing. iyan iya dong bener kan bener dong.... nah biasanya resolusi itu ditulis berdasarkan berbagai macam data dan fakta. data dan fakta ini merupakan hasil selama satu tahun.. nah di akhir tahun ini bursa efek indonesia menempati posisi nomor 4 terbaik se Asia dibawah hanseng hong kong, tokyo, serta nasda SG. nah itu kalo bursa saham, sekarang di ranah pendidikan gimana yah.. saya ga mau nulis yang melebar. cukup kampus tercinta UWKS. dimana yah posisi kampus paling berbudaya ini berada baik di tingkat nasional, regional asia maupun dunia? check these out...



menurut informasi yang saya terima selama iseng mengisi waktu luang. ada beberapa lembaga dunia yang dikenal kredibel dalam memberikan pemeringkatan universitas. 4ICU org / 4 International Colleges and Universities adalah salah satu mbaga survey non profit. mereka sengaja mengeluarkan peringkat universitas di dunia berdasarkan halaman web. mereka melihat dari google rank serta alexa rank. menurut lembaga ini, di akhir 2012 posisi UWKS berada pada peringkat 188 di Indonesia. nah loh dikit banget yak... ini adalah update bulan ini.



sedangkan dari webometric saya bisa mendapatkan posisi uwks per bulan januari, juli dan desember 2012. webometric adalah lembaga pemeringkatan perguruan tinggi di dunia yang paling dipercaya.bahkan beberapa universitas di dunia dan indonesia juga mengambil peringkat webometric untuk iklan mereka. webometric yang berbasis di spanyol melakukan pemeringkatan berdasarkan hal berikut:



The specific areas of research include:

Development of Web indicators to be applied on the areas of the Spanish, European, Latinamerican and World R&D
Quantitative studies about the scientific communication through electronic journals and repositories, and the impact of the Open Access initiatives.
Development of indicators about resources in the Society of Information
Indicators and social networks visualization on the Web with friendly, dynamic and interactive graphic interfaces
Desing and evaluation of documental analysis techniques of Web resources
Genre studies applied to the scholar activity on the Web
Development of applied cybermetrics techniques based on the positioning on search engines of Web domains
Analysis of the information usage through Web data mining of log files





awal tahun ini kampus kita tercinta berada di peringkat 134 nasional dan 10388 dunia. angka 134 bisa dibilang lumayan lah. kita berada hampir di tengah tengah. karena webometric melakukan pemeringkatan terhadap 352 perguruan tinggi indonesia. beralih ke Juli 2012 peringkat UWKS secara nasional turun 20 poin ke 83. namun ada hal ini tidak terjadi pada peringkat dunia UWKS. peringkat dunia kita justru naik drastis ke level 6111. bayangkan dari 10ribu lebih sekarang naik drastis. kita berada tepat di bawah UKWMS dan UNESA. nah selannjutnya bagaimana dengan desember. here we are... pada desember posisi peringkat nasional UWKS tetap berada di level 83. namun peringkat dunia kita naik ke 6109. yah walau masih di kisaran 6100an ga masalah lah.



jujur peringkat ini jauh lebih baik dari 3 tahun lalu. UWKS berada di peringkat hampir buncit baik untuk nasional maupun dunia. di dunia uwks berada di peringkat 9700an. peringkat ini menjadi apresiasi bagi tim IT UWKS. namun kita patut bersyukur jika kampus UWKS menjadi 100 kampus favorit nasional. mungkin darikita masih ada yang skeptis, " itu kan berdasarkan web peringkat aslinya? yakin segitu bisa ajah lebih baik ato lebih buruk".. pendapat seperti itu bener juga. namun yah kita bangga lah dikit dikit sama kampus. kalo kita skeptis terus kapan majunya ini kampus. makanya berbuat dan bertindak dong. kita suka jika kampusnya keren, go international, and so and so, namun buat bertindak rasanya susah banget sih.



sebenernya langkah publikasi oleh tim di kampus sudah gencar sekali. ini perlu kita dukung. jangan serahkan semua sama tim promosi ajah. namun seluruh elemen di dalam juga berjuang. mahasiswanya juga jangan alergi kalo ada ssuatu berbau nasional maupun internsional. jangan jiper dulu.. hajar bleh ajah. birokrasinya kalo sudah urusan lomba, pendidikan dan segala hal berbau nasional maupun internsional jangan susah susah birokrasinya. terus buat stafnya jangan kelamaan kalo terpesona bagitu mendengar ada mahasiswa yang pengen membahana. ini semuak dilakukan demi uwks..



nah resolusi di tahun 2013 sih pengennya biar UWKS makin bisa menggandeng banyak isntitusi asing. biar ada exchange buat fakultas lain juga. kerjasama dengan PPATK, hibah ini itu bagus tapi ditingkatkan. kalo perlu kerjasama tuh sama konjen. sama NGO asing model AIESEC dll.. jangan mereka cuma jadi undangan kalo kita ada event ajah. hehehe.... i wish deh yaaaa....

antara apung dan rice cake

ya... ini adalah salah satu cerita dari indoicc2012.. mungkin agak telat tapi ga masalah lah ya... jujur efek positif dari konferensi itu adalah aku jadi baikan sama dunia kepenulisan. alhasil jadi rajin buat ngeblog dan di berbagai sarana.. aku tetinspirasi sama lagi lagi profesor merlyna.. blognya itu ringan tapi coverage all aspect of their.life..

cerita ini ketika komferensi resmi ditutup. next agenda is gala dinner with all participant, included presenter, chair, etc. this gala dinner is supported by wikimedia australia at ruang apung universitas indonesia.

acara ini dimulai dengan sejimlah penampilan tradisional. yang jelas semua tentang indonesia ada disini. sepertinya panitia ingin menunjukkan indonesia sepenuhnya kepada para bule. sayangnya satu, sebagian peserta sudah pulang. lets say kontingen surabaya yang tersisa saya dan bu tiwi unesa.

awalnya dibuka dengan sejumlah speech both of chair and participant. the participant came from wikimedia language discussion panel dan indoicc. then there is a cultural dance from DKI jakarta there. aku mlihat mbak inaya rakhmani as chairman comitee puas dengan penampilan itu. jujur even ini memang luat biasa

setelah semua kegiatan formal selesai maka berikutnya adalah gala dinner. suasana indonesia tidak hanya dibawa dengan penampilan saja. namun juga dengan makanannya. ada banyak sekali menu indonesia disana mulai dari sabang sampe merauke. ada menu makanan bali komplit. semua makanan bali ada disini. trus ada mnu kaya siomay, tahu campur dan sebgainya..

ada satu yang lucu. waktu itu sudah lapar kali ini perut. terus aku udah incer sate ayam dari tadi. karwna bayanganku yang namanya sate itu pasti pake nasi. alangkah kagetnya aku ketika sampe di meja lihat sate bukannya nemu nasi tapi malah nemu lontong. ternyata yang namanya rice cake itu adalah lontong... alangkah terkejutnya saya dan berakhir pada saling melihat dengan temen dari ui kalo yang namanya lontong adalah rice cake... hahahaha...

INDAHNYA NEGERIKU, TITIK!!!!!!

Edit
INDAHNYA NEGERIKU, TITIK!!!!!!
by Dimas Prakoso on Thursday, December 20, 2012 at 7:29am ·

enggak tahu kenapa, saya seperti tersihir dengan kalimat kalimat dalam indoicc. sekarang jadi lebih suka ngeblog. ngeblog jadi seperti keharusan ini. nah sekarang syaa mau menulis tentang perjalanan kemarin. perjalanan survey kemarin membuat saya semakin mengagumi negeri ini. saya tahu ada banyak hal yang harus diperbaiki dari negeri ini. tapi jiwa ini rasanya terlalu berat untuk berfikir banyak hal atas nama kritis. saya hanya ingin menikmati perjalanan, melihat indahnya negeri ini.



melihat hamparan sawah menghijau bener bener membuat jiwa jadi adem. selama ini saya menganggap biasa hal ini.gimana ga mau menganggap biasa orang saya tinggal dan sekolah didekat sawah. pastilihat sawah jadi pemandangan biasa. lain cerita dengan bebrapa hari terakhir dimana saya cukup jngah dengan situasi kota besar. apalagi setelah melihat kenyataan bahwa jakarta tidak seramah biasa. semua itu bisa temen temen baca di blog saya yang lain.



rasanya saya baru merasa kalo jiwa ini benar benar kering. melihat indahnya negeri ini, saya bener bener bangga. tidak semua tempat di dunia ini akan seindah disini. melihat terasering dan hamparan hijau bak permadani surga ini membuat saya adem. ingin rasanya berlama lama. saya ingin berteriak sekeras mungkin sambil membentangkan tangan. saya ingin terbang melihat negeri ini. meski tidak dapat dipungkiri ada sejumlah keironisan disini. jujur saya ingin bisa hidup di tempat setenang itu. memberikan separuh jiwa untuk negeri. namun sesaat saya harus tersadar ini bukan waktunya. belum saatya saya untuk kembali. saya masih ada di runway untuk terbang lebih tinggi dan tinggi lagi. saya ingin bisa bener bener terbang dan mencapai titik tertinggi dan terjauh. baru setelah saya punya sesuatu yang lebih untuk kembali saya akan kembali dan membangun negeri. memberikan jiwa dalam setiap langkah.



hmmm sepertinya sudah cukup banyak cuap cuap di pagi hari sebelum mandi. time for bath neh..

HABIBIE DAN AINUN : KEBERANIAN DAN KETULUSAN

by Dimas Prakoso on Friday, December 28, 2012 at 11:49pm ·


Sudah beberapa waktu aku menunggu hadirnya film ini. Pertama kali liat thrillernya pas nonton bareng nikita mundi dan Chandra beberapa waktu lalu. Seketika itu nikita langsng pengen nonton dan bilang ini film adalah must watch it. Awalnya sih ga terlalu tertarik dengan film ini ketika melihat awal teasernya. Karena asosiasiku adalah pasti ini film bakal bercerita tentang percintaan ga jelas. Namun ketika teaser sudah sampe di tengah pandanganku berubah. Jadi pegen nonton.



Meski ga dapat premiere dan harus menahan diri untuk tidak nonton karena harus ada tugas lain, akhirnya sore ini semua terbayarkan. Saat memutuskan untuk nonton. Sengaja sih datang lebih awal karena mau nongkrong dulu di XXI Garden café.. rasanya dalam kondisi begini paling enak duduk di tempat terbuka sambil memandang langit dan bebas ke seluruh penjuru kota. Nah lokasi paling representative adalah jajaran café ciputra world.



Cerita ini bermula ketika habibie dan ainun berada di sekolah yang sama. Ainun berhasil memukau habibie dengan penjelasan tentang mengapa laut berwarna biru. Ainun benar benar bisa menjelaskannya secara ilmiah. Menurut gurunya hanya ada mereka berdua yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Siapa sangka inilah awal segalanya.



Berbilang tahun kemudian Habibie berada di jerman untuk meneruskan studi. Dia harus pulang ke Indonesia akibat sakit TBC. TBC yang diderita oleh habibie menyerang tulang jadi tidak terlihat batuk sama sekali. Padahal di saat yang sama Habibie sudah ditunggu oleh pemerintah jerman untuk bisa berkarya disana. Siapa sangka, kepulangan habibie kali ini bukan sjaa untuk merayakan lebaran, namun juga untuk menjemput jodohnya. Seorang putri ke empat dari keluarga besari. Sosok perempuan manis yang sempat diolok sebagai gadis jelek, gendut dan hitam sehitam gula jawa. Jadi teringat istilah jawa kepangan omongane dewe. Siapa sangka perempuan yang dioloknya akan menjadi sang istri.



Ada satu sesi yang saya sukai disini. Bagaimana cara Habibie melamar Ainun di dalam becak. Habibie bertanya apakah Ainun mau ikut dia ke jerman, mendampinginya serta membina rumah tangga disana. Habibie dengan sangat rendah diri menambahkan, bahwa dia mungkin tidak akan bsa memberikan sesuatu yang berlebihan atau mungkin menjamin kehidupan layak untuk mereka di jerman. Satu yang diberikan habibie, sebuah perlindungan dan janji akan menjadi suami terbaik. Ainun menjawab semua dengan,” mungkin aku tidak akan bisa. Aku tidak yakin akan bisa menjadi istri sempurna, namun aku berjanji untuk dapat mendampingimu.”. dari sini aku merasa takdir mereka sudah tertulis. Habibie bisa melenggang menjadi suami Ainun dengan berbagai macam keterbatasan. Aku jadi mikir mungkinkah masih bisa bersatu ya? Jika mereka bisa bersatu apakah mungkin masih ada harapan untuk bersatu.. hehehehe.. sedikit curhat ga masalah kan ya??? Hehehehehe peace…



Hal lain yang saya sukai adalah bagaimana mereka memulai hidup sebagai sepasang suami istri di negeri orang, Jerman. Disinilah saya melihat sebah perjuangan. Perjuangan hanya demi menyambung hidup. Agar terus bisa makan untuk keesokan harinya. Disini terlihat bagaimana Habibie yang kala itu sedang study juga mencari pekerjaan tambahan. Dia bekerja untuk salah satu perusahaan kereta api. Sepertinya jarak antara flat dengan keretaapi sangat jauh. Memang sih ada kendaraan umum, namun demi berhemat Habibie memilih berjalan menembus salju dengan sepatu jebol untuk bisa pulang.



Disini juga terlihat bagaimana habibie adalah sosok yang sangat kuat. Sosok yang sangat tekun.dia yakin atas apa yang dilakukan. Dia selalu melihat lurus ke depan. Melihat semua probabilitas yang ada dan seolah tidak mungkin menjadi mungkin. Seperti yang dilakukan untuk desain kereta api. Habibie maju terus meski di under dog. Semua orang di jerman kala itu menganggap bisa apa sih anak kampung dari Negara antah berantah ini? Gimana dia bisa membuat kereta api orang kereta dinegaranya impor dari jerman? dengan susah payah dia membuktikan teori itu. Syukurlah semua itu bsa terlewati. Habibie sukses membuat orang kagum dengan karyanya. Dia telah berbicara dengan bahasa karya. Bahasa yang paling universal di dunia.



Ketika Habibie sibuk dengan berbagai riset, Ainun sebagai co pilot rumah tangganya mengambil peranan. Dia terus menjaga buah hatinya meski naluri untuk menjadi seorang dokter terus memanggil. Namun dia kesampingkan untuk mengurus masa-masa emas perkembangan anaknya.barulah ketika si anak sudah cukup besar,dia kembali berkarir sebagai dokter di jerman.



Melihat apa yang dilakukan oleh Ainun sisi feminis saya bicara. Siapa bilang perempuan ga butuh sekolah, siapa bilang wanita hanyalah pantas menjadi konco wingking, siapa bilang wanita cerdas layaknya kutukan jodoh dimana tak mungkin ada lelaki yang berani mendekatinya. Saya melihat semua itu salah. Perempuan bukanlah konco wingking atau sosok yang hanya bisa macak,masak dan manak saja. Namun mereka adalah partner. Perempuan pintar dan cerdas adalah partner yang cerdas pula untuk sang pilot. Jika sang partner memiliki kualitas pendidikan yang jauh dibawah pilot, maka yang ada justru bukan membantu tapi menambah beban bagi sang pilot. Karena dia harus berfikir tidak hanya tentang karir dan berkarya melainkan juga masalah lain. Selain itu dia juga akan bingung akan bercerita dengan siapa. Alih alih bercerita dia akan berfikir ribuan kali apakah si partner ini mengerti dengan yang di ucapkan.



Perempuan yang baik dan berpendidikan itu tidak akan berbuat hal bodoh yang bisa membahayakan biduk yang dikendarai. Mengurai kembali salah satu fungsi dari stigma 3M ( masak, macak dan manak) yakni manak. Seharusnya bukan pada proses mengandung persalinan hingga sesuatu berbau seksualitas yang dipandang. Tapi perempuan adalah sosok yang paling bertanggung jawab atas kualitas bangsa. Seorang wanitalah yang mendidik anak anaknya, menanamkan berbagai macam nilai nilai. Mereka ibarat pelukis dalam kanvas kosong. Logikanya gini deh kalo perempuannya tidak teredukasi dengan baik gimana bisa menjadi sosok yang melahirkan generasi hebat. Memang bisa tapi butuh perjuangan ekstra.



Sayangnya di zaman seperti sekarang ini, terutama kota besar, banyak sekali perempuan merasa well educated dan menjadi sebaliknya. Mereka cenderun meninggalkan rumah untuk menghabiskan waktu bekerja. Pendidikan diserahkan pada bimbel maupun pengasuh. Tidakkah mereka sadar dengan semua ini. Tidakkah mereka sadari jika ilmu yang didapat sebenernya investasi untuk membentuk generasi baru yang tangguh? Bukankan maaf dengan melakukan itu sama saja mereka menjadi penyumbang generasi bobrok negeri? Mereka teredukasi namun tidak mengedukasi bagian terkecil dari masyarakat bernama keluarga. Saya memang belum berkeluarga, namun bagi saya pendidikan anak tidak sama dengan biner yang hanya bernilai nol dan satu. Pendidikan anak itu berubah hasilnya sesuai inputan yang diberikan.



Ainun mencontohkan dikala Habibie harus kembali ke Indonesia untuk memulai riset menjadi pembuat pesawat, karir Ainun di jerman mulai menanjak. Namun sang anak harus sakit. Ada satu kalimatnya yang menarik disini,” saya adalah dokter anak, tiap hari berkutat dengan anak anak, namun anak sendiri terabaikan”. Itu adalah kata penyesalan dari Ainun. apakah temen temen merasa demikian?



Dalam film ini saya melihat keberanian dan independensi. Habibie harus bertemu dengan antek antek penguasa yang selalu meminta jatah proyek tanpa tender. Bahkan dia dipaksa menyerahkan blue printnya. Semua itu ditolak mentah mentah. Sebuah hal yang sangat berani saya rasa. Kala itu semua orang sendiko dumatheng sabdaning gusti. Namun Habibie berani berkata tidak. Saya melihat ada banyak sekali kebusukan negeri ini kala itu. Bahkan mungkin sampai sekarang. Banyak sekali permata bangsa ini betebaran di luar negeri. Sebagian besar mungkin akan sangat senang untuk bisa berkarya di tanah air, namun mereka tidak diakui. Bahkan tidak dihargai. Unsur politis kental dimana mana. Ironisnya banyak sekali habibie habibie muda yang justru mendapat penghargaan dari pemerintah Negara asing namun jadi gedibal di negeri sendiri. Film ini juga mengajak kita melihat dari luar kotak. akhirnya logika mengambil alih segalanya. lebih baik dihargai di enegri orang daripada harus disisihkan di negeri sendiri. kurang lebih seperti itulah kondisinya.



Disini juga diceritakan tentang habibie yang berusaha sangat keras untuk membangun IPTN. Sesuatu bernama mimpi. Dia sangat berharap bisa menghubungkan Indonesia. Namun sayang,IPTN sempat kolaps terkena dampak krisis 1998. Parahnya instansi ini sempat dikabarkan beralih menjadi produsen kompor minyak. Jauuuh banget ya dari pesawat ke kompur minyak.



Jika kita kaji dengan pendekatan kekinian, ketika pesawat pesawat anak negeri bisa bertahan, pasti kita akan menjadi raja d negeri sendiri. Berapa banyak percepatan ekonomi yang bisa dicapai dengan pesawat ini. Pasti akan sangat banyak penerbangan perintis. Bahkan pasti diatas 50% wilayah Indonesia terhubung system penerbangan yang kuat. Namun seperti juga habibie dan banyak orang pintar negeri ini. Kita kalah dengan para politikus yang selalu bikin ulah. Mereka yang selalu mementingkan golongan atas nama kemaslahatan, namun bngung ketika ditanya kemaslahatan yang mana.



Dibalik kisah kisah keberhasilan Habibie, ada ssok Ainun. Sosok yang medukung urusan domestic rumah tangga mereka. Ainunlah sang guardian angle dari habibie. Dia selalu membuatkan resep obat untuk Habibie. Dia selalu ingin Habibie bisa sehat terus. Dia sama sekali tidak ingin habibiesakit,bahkan marah ketika Habibie sibuk dengan urusan kenegaraan. Itulah sosok dukungan yang selalu diberikan Ainun. Dia juga menjadi teman curhat yang nyambung. Ainun bahkan juga sering mencari data tentang apa yang dihadapi Habibie. Semua itu tulus dilakukannya. Ketulusan itujuga terlihat ketika Ainun menyembunyikan penyakitnya pada Habibie. Dia tidak ingin sang kepala Negara khawatir. Dia merasa Habibie boleh tidak ada untuknya namun harus ada untuk rakyat. Bahkan dia juga meminta kepada ajudannya untuk tidak memberitahukan perihal penyakitnya ini. Ainun juga menjadi sosok yang berada disamping habibie baik dikala susah maupun senang.



Melihat konteks kepemimpinan presiden Habibie yang hanya seumur jagung, dan membandingkannya dengan film ini, ada hal yang bisa kita ambil pelajaran. Pada masa kepemimpinannya habibie adalah presiden dengan laporan pertanggungjawaban ditolak MPR, kehilangan Timor Leste, serta presiden yang ketiban sampur ketika Pak Harto lengser keprabon. Atas dasar itulah saya jadi melihat kadar ketulusan dalam kepemimpinan. Meski saat itu kita belum bisa melihat kepemimpinan habibie. Namun apa yang terjadi pada Pak Habibie seolah menunjukkan pada kita atas ketulusan tersebut. Film ini ada menurut saya adalah jalan Allah untuk semakin membersihkan nama teknokrat satu ini. Maneuver polotik lawan lawannya terlalu mudah kecil untuk bisa mengalahkan nama besar beliau. Semua tuduhan yang dulu ada sekarang musnah begitu saja, maka dari itu dapat kita ambil kesimpulan , ketika kita tulus melakukan sesuatu insya Allah akan dilindungi, pun ketika ketulusan itu diuji hingga diluar batas kemampuan, maka percayalah Allah akan tetap menjaga kemurniannya. “



Ketulusan dan keberanian itulah dwi tunggal Habibie dan Ainun. Habibie berani mengatakan yang benar adalah benar dan salahadalah saah meski harus berlawanan dengan rezim penguasa saa itu. Dia menjunjung tinggi kemurnian garba ilmiah. Ainun memberikan sepenuh jiwa dan raganya dengan tulus ikhlas dengan orang lain. Bukan hanya bagi Habibiedan keluarga melainkan juga untuk negeri melalui berbagai lebaga social. Ainun Boleh mendahului namun dia tetap berada di hati Habibie dan kita semua.





Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu

Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita

Saat aku tak lagi di sisimu

Ku tunggu kau di keabadian



Cinta kita melukiskan sejarah

Menggelarkan cerita penuh suka cita

Sehingga siapa pun insan Tuhan

Pasti tahu cinta kita sejati



Terimakasih Bapak Professor DR Ing Baharudin Jusuf Habibie

Selamat Tinggal Ibu Hasri Ainun Habibie tunggu kami di keabadian

saatnya kami generasi muda berkarya.

Senin, 17 Desember 2012

BAHASA KEMANUSIAAN DUKA CONECTICUT... 1

Black band for conecticut
Lagi sebuah peristiwa mengharukan menimpa instansi pendidikan di amerika. Pembantaian besar-besaran yang menewaskan 20 siswa dan guru di SD Sandy Hooks, Newton,Conecticut, menghenyak perhatian dunia yang kala itu masih berfikir tentang kemana akan menghabiskan akhir tahun,atau justru sedang sibuk dengan laporan tahunan yangsudah mendekati deadline. Kejadian saat dini hari itu menhenyak dunia. Tidak saja amerika sebagai Negara paling bebas di dunia, namun juga ke musuh musuh mereka. Kali ini bukan adu okol melainkan bahasa kemanusiaan yang berbicara. Dibalik penembakan itu ada beberapa hal yang data kita cermati. Namun sebelumnya saya akan posting tentang kronologis penembakan seperti dilansir oleh kompas, dilankutkan dengan siapa Adam Lanza serta Nancy ibu adam yang tewas sebelum kejadian.
KRONOLOGI PENEMBAKAN
NEW YORK, KOMPAS.com — Jumat (14/12/2012) pagi, sebelum pukul 09.00 waktu Connecticut, Amerika Serikat, bus sekolah berwarna kuning menepi di Sekolah Dasar Sandy Hook. Namun 4,8 km dari SD nan tentram itu, Adam Lanza sedang menembak ibunya saat tidur.

Setelah menembakkan empat peluru ke wajah ibunya, dia menggunakan rompi antipeluru dan mengendarai mobilnya ke sekolah tersebut. Dia membawa serta tiga senjata api, termasuk model semi-otomatis.

Pemuda berusia 20 tahun itu kemudian tiba di SD Sandy Hook sekitar pukul 09.30. Dia memarkirkan mobilnya di depan pintu masuk utama. Beberapa menit sebelumnya, 456 siswa di SD tersebut masuk ke dalam gedung sekolah, pintu utama ditutup, alarm keamanan dinyalakan, dan CCTV diaktifkan.

Melalui pengeras suara, seorang guru terdengar membacakan ikrar kesetiaan, dan mengumumkan bahwa makan siang di kantin adalah pizza dan brokoli. Selain itu juga ada kue Natal yang dijual di lobi.

Di sela-sela itu, tiba-tiba terdengar suara rentetan tembakan di pintu masuk utama yang terbuat dari kaca. Pecahan kaca pun berserakan di lantai.

Melalui pengeras suara tersebut, sekitar pukul 09.35, para staf dan siswa di SD itu mendengar teriakan "angkat tangan!" diikuti beberapa suara tembakan. Door... door... dooor! Terdengar suara jeritan.

Anak-anak yang mendengar itu kebingungan, juga ketakutan. Namun, para pengajar dan staf sekolah sudah mengetahui apa yang tengah terjadi.

Di lobi sekolah, Adam Lanza berada di tengah tiga pilihan. Ruang kepala sekolah ke depan, kantin sekolah sebelah kanan, dan ruang kelas satu di sebelah kiri. Dia kemudian berbelok ke kiri.

Di ruang rapat dekat lobi, Kepala Sekolah Dawn Jochsprung (47) dan psikolog sekolah, Mary Sherlach, sedang bicara dengan orangtua murid. Ketika mendengar tembakan, keduanya langsung mencari sumber letusan pistol. Dengan berani, keduanya menyergap Adam. Namun keduanya diketahui tewas tertembak.

Di ruang rapat lainnya, wakil kepala sekolah menahan pintu masuk agar Adam tidak masuk ke ruangan tersebut. Namun, pemuda yang memiliki masalah kejiwaan itu menembak pintunya. Wakil kepala sekolah itu pun terluka di kaki.

Mendengar suara kaki Adam melalui pengeras suara, para staf mengunci pintu kelas dan melakukan upaya terbaik untuk melindungi anak-anak. Beberapa bersembunyi di bawah meja, kamar kecil, hingga ke dalam lemari. Mereka berusaha sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara. Ada seorang guru yang menyelamatkan murid-muridnya dengan melompat dari jendela, bahkan ada yang bersembunyi di gudang.

Setelah menembak kepala sekolah dan psikolog sekolah, Adam Lanza menuju ke kelas satu. Dia mencabut poster di dinding kelas yang baru saja ditempel murid-murid berusia 6-7 tahun tersebut untuk menyambut Natal.

Di dalam kelas, guru Kaitlin Roig menyembunyikan murid-muridnya di kamar mandi dan lemari, tetapi tidak mengunci pintunya. Namun karena lampu kelas tersebut mati, Adam hanya melewati kelas tersebut dan malah memasuki kelas yang tengah diajar oleh Lauren Rousseau. Dia kemudian menembaki ruang kelas yang berisi 14 anak. Menurut polisi, ketika ditemukan, mereka sedang berpelukan ketakutan.

Adam lalu menuju ruang kelas satu yang diajar Victoria Soto (27). Victoria buru-buru memasukkan murid-muridnya ke lemari, dan dia berdiri di luarnya. Kepada Adam, Victoria mengatakan mereka tidak berada di kelas.

Namun, enam dari murid-muridnya yang masih bocah itu berlari mencoba menyelamatkan diri, dan Adam tanpa ragu menghabisi mereka, Victoria, dan seorang asisten guru. Victoria ditemukan di mejanya dengan kertas bertuliskan "I love my teacher Miss Soto". Saat polisi membuka lemari, tujuh pasang mata menatap ketakutan.

Victoria Soto adalah salah satu dari empat guru yang terbunuh karena berusaha melindungi murid-muridnya. Di antara mereka juga ada asisten guru Anne Marie Murphy (52) dan Rachel Davino (29).

Di perpustakaan, tiga staf langsung memasukkan 15 murid ke ruang penyimpanan. Rak buku mereka jadikan pengganjal pintu. Petugas perpustakaan Mary Anne Jacobs meminta mereka untuk diam. "Berpegangan tangan dan diam," katanya. Untuk mengalihkan perhatian mereka, Mary meminta mereka untuk mewarnai dengan memberi mereka krayon.

Lain lagi dengan guru musik Maryrose Kristopik yang melindungi muridnya dengan mengunci pintu kelas dengan alat musik gambang, sementara Janet Volmer membacakan cerita. Guru seni Leslie Gunn, selain mengunci pintu kelas, juga berupaya menelepon polisi. Tidak mendapat respons, dia segera menelepon suaminya.

"Aku bilang kepadanya, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepada kami," kata Leslie di kelas patung, bersama 23 siswanya yang berusia 9 tahun.

Pada pukul 09.45, murid-murid kelas satu yang diajar oleh Kaitlin Roig berbaris keluar kelas melintasi lorong sekolah. Sementara itu, polisi telah mengamankan situasi di sekolah tersebut, setelah sebelumnya Adam Lanza dinyatakan tewas dengan menembak dirinya sendiri. Tubuhnya ditemukan di kelas yang diajar oleh Victoria Soto. Menurut Gubernur Connecticut Dannel Malloy, Adam Lanza bunuh diri setelah mendengar ada sirene polisi.

Tercatat ada 12 anak perempuan dan 8 anak laki-laki yang tewas. Sebanyak 18 orang dinyatakan tewas di tempat, sementara 2 lainnya meninggal ketika dibawa ke rumah sakit.

Saat mengamankan siswa-siswa yang selamat, murid-murid tersebut diminta untuk menutup mata agar tidak melihat ceceran darah. Tangan mereka diminta memegang bahu teman di depannya, sementara tangan yang lain menutup mata.

Mereka kemudian dibawa ke kantor pemadam kebakaran terdekat untuk dipertemukan dengan para orangtua murid yang berharap anak mereka akan selamat.
Sumber : Dailymail dilansir oleh kompas

SIAPA ADAM LANZA?
Pemuda penyendiri
Banyak yang bertanya siapa sebenarnya Adam Lanza, pemuda yang tega membunuh puluhan anak tak berdosa di SD Sandy Hook, Newtown, Connecticut, Jumat (14/12/2012) lalu.

Sejumlah teman SMA Adam mengingat pemuda itu sebagai seorang anak kurus, berambut gaya shaggy, yang hampir tak pernah berbicara, berjalan sangat dekat dengan tembok koridor dan sering kali sambil menenteng laptop.

Sebuah kalimat yang kerap terdengar dari kawan-kawan sekolah soal Adam Lanza adalah, "Saya tahu dia, tapi tidak kenal dia."

Adam Lanza tinggal bersama ibunya di rumah seluas 370 meter persegi bernilai 700.000 dollar AS atau sekitar Rp 6,7 miliar. Adam tinggal bersama ibunya setelah kedua orangtuanya bercerai pada 2009 lalu.

Saat polisi menggeledah kediamannya, mereka menemukan kamar tidur Adam sangat rapi dan teratur. Adam tampaknya tidur di salah satu kamar dan menyimpan peralatan komputernya di kamar yang lain. Sejumlah sumber juga mengatakan polisi menemukan bukti bahwa Adam kerap memainkan permainan komputer yang penuh kekerasan.

Hubungan Adam dengan kakak laki-lakinya, Ryan Lanza (24), tidak bagus. Mereka tak bertegur sapa sejak 2010 lalu, begitu menurut kerabat keluarga Lanza. Adapun Ryan bekerja untuk perusahaan finansial Ernst & Young dan tinggal di Hoboken, New Jersey.

Bibi Adam, Marsha Lanza mengatakan sepengetahuan dirinya, Nancy memang memiliki tiga pucuk senjata di kediamannya.

"Nancy adalah orang yang sulit dipahami. Tapi dia tak akan membiarkan senjatanya di tempat sembarangan," kata Marsha kepada wartawan di kediamannya di Crystal Lake, Chicago.

"Satu-satunya alasan mengapa dia menyimpan senjata adalah untuk keamanan dirinya," tambah Marsha.
Sumber : Hartford Courant

LATAR BELAKANG KELUARGA LANZA
NEW YORK, KOMPAS.com — Nancy Lanza, ibu dari pembantai 26 orang di Sekolah Dasar Sandy Hook, Adam Lanza, diduga berperan dalam masalah kejiwaan putranya tersebut. Teman-teman dan keluarga Lanza menggambarkan betapa paranoidnya Nancy.

Dalam rumah besar mereka di Newtown, Connecticut, Nancy hanya tinggal dengan Adam Lanza, putra bungsunya. Sementara itu, putra sulungnya, Ryan Lanza, bekerja di Hoboken, New Jersey.

Nancy dikenal kerap menimbun makanan, air, dan senjata di rumah tersebut. Dia paranoid dan meyakini dunia akan kacau balau akibat keruntuhan ekonomi. Saking paranoidnya, dia mengajarkan Ryan dan Adam bagaimana menembak.

Akhirnya, apa yang diajarkan kepada Adam malah menjadi hal yang mematikan bagi Nancy. Dia tewas di atas tempat tidurnya, dengan empat peluru di kepalanya. Diduga, Adam menembaknya saat dia tertidur.

Setelah itu, Adam mengambil tiga senjata api koleksi sang ibu dan memuntahkan peluru-pelurunya di Sekolah Dasar Sandy Hook, yang menewaskan 20 anak serta 6 orang dewasa.

Bibi Adam, Marsha Lanza, mengatakan bahwa Nancy kerap membicarakan bagaimana dia menyiapkan diri untuk menghadapi hancurnya ekonomi dunia. Bahkan, Nancy tidak merahasiakan kegemarannya mengoleksi senjata api. Dia kerap memamerkannya saat di bar, bahkan kepada tukang kebunnya.

"Dia (Nancy) mengatakan suka menembak," kata Dan Holmes, tukang kebunnya.

Holmes pun menceritakan betapa Nancy tidak suka orang berada di dalam rumahnya. Jika ada yang membunyikan bel, dia akan menerimanya di depan rumah. Teman main dadu Nancy juga merasakan hal yang sama.

Selama 15 tahun bermain dadu, Nancy selalu menolak saat rumahnya kedapatan menjadi tempat bermain. Meski begitu, mantan istri Peter Lanza itu dikenal baik hati, juga ramah.

Sementara itu, Adam, kata Holmes, seperti hantu. Bahkan teman-teman sekolahnya, yang menyebut Adam seorang genius, tidak pernah melihat pemuda tersebut selama bertahun-tahun. Begitu juga dengan teman-teman ibunya.

Menurut Holmes, Adam selalu menghabiskan waktunya di kamar. Dia selalu menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer, yang kebanyakan memainkan game pertempuran.

Tetangga Lanza menyebut Nancy baru-baru ini meminta berhenti sementara dari pekerjaannya untuk menghabiskan waktu bersama Adam; dan diketahui bahwa dia bekerja di bagian keuangan sebuah perusahaan, bukan guru seperti yang diberitakan selama ini.

Sementara sang kakak, Ryan, sukses menjalani kariernya di New Jersey, Adam diketahui tidak pernah bekerja. Selain kecanduan game, dia bahkan tidak memiliki Facebook atau Twitter.

Adam di mata Marsha adalah pemuda yang baik dan tidak banyak tingkah, selain juga sangat sangat pintar, meski memiliki masalah dalam belajar. Teman-teman yang pernah satu sekolah dengan Adam pun menyebutnya sosok pemalu, tetapi sangat pintar, terutama Matematika.

Diketahui para tetangga, keluarga Lanza pindah ke Sandy Hook, Newtown, Connecticut, pada 1998. Sepuluh tahun kemudian Nancy dan Peter bercerai. Adam disebut-sebut merupakan korban dari perceraian orangtuanya.

Setelah bercerai, Nancy sebetulnya tidak perlu bekerja lagi. Dari perceraian tersebut, dia mendapatkan tunjangan Rp 1.923.600.000 setahun. Bukan hanya dari mantan suaminya, Nancy juga kemungkinan masih ditunjang secara finansial oleh putra tertuanya, Ryan, yang mengaku tidak pernah bertemu Adam sejak 2010.
Sumber : Dailymail

Minggu, 09 Desember 2012

Veni Ari Jayanti, Darah Tulungagung untuk Indonesia

by Dimas Prakoso on Sunday, December 9, 2012 at 12:39am ·

Jakartamasih belum tidur hingga pergantian hari beberapa menit lalu. saya masih bisa melihat dengan sangat jelas geliat kehidupan kota ini. ketika satu sesi mulai merengkunh selimut, bersantai di pulau kasur dan bercengkerama dengan mimpi.. sebagian lain justru baru memulai kehidupan tersebut. inilah jakarta.. saya bisa dengan sangat mudah menemukan geiat tersebut disini. dari lantai 11 hotel tempat menginap malam ini. setelah sebelumnya sedikit mengasingkan diri ke depok guna mengikuti IndoICC2012.



seperti layaknya kehidupan.. kita juga harus selalu membantu kehidupan tersebut. menyuarakan dan membagi apa yangkita bisa dan kita punya untuk mereka kaum marginal. jika sepertinya istilah marginal terlalu ekstrem maka yang lebih cocok adalah mereka yang tidak punya terlalu banyak akses terhadap sumber ilmu. kalo boleh saya ingin mengutip kalimat Profesor Merlyna Lim, ' kita sangat beruntung ketika memiliki akses terhadap endidikan dan sumberilmu, maka gunakanlah untuk menyuarakan mereka yang tersisihkan." menyarakan bukan hanya diartikan dengan speak up louder dan berorasi, namun lebih dari itu. speak up bisa diartikan memberikan apa yang kita miliki untuk kehidupan ini.



dialah Veni Ari Jayanti, sosok yang biasa saja namun memiliki world class capability with excelence local understanding. why? dia adalah satu dari beberapa sosok pengajar muda angkatan ketiga. dia telah menyelesaikan masa tugasnya untuk mengajar anak anak desa tertinggal di bengkalis. cewek lulusan Comdept Universtas Indonesia ini siaa sangka memiliki story behind yang renyah untuk diikuti. sebuah fakta yang sangat mencengangkan ketika saya secara tidak sengaja menguak fakta, dialah anak Tulungagung. sosok Tulungagung yang bisa menyuarakan semangat pembaruan dan pemerataan pendidikan sebagai menifestasi masa depan.



Veni terlahir di kalimantan, namun bisinis orang tuanya harus colaps disana akibat tertipu oleh orang lain. sehingga dia dan keluarga memutuskan untuk pulang ke kampung halaman yakni Tulungagung. beberapa saat tinggal di Tulungagung Veni melanjutkan hidup dengan belajar di SMPN 1 Tulungagung. bukan masalah predikat sekolah tersebut namun cerita dibalik itu semua yang ingin saya angkat disini. senyampang Veni melanjutkan hidupnya di Tulungagung, sang ibu nekad merantau ke Bandung dan Jakarta guna memulai usaha baru. sang ibu menilai jika Tulungagung tidak terlalu ramah dan bukan tempat mereka tanpa jejaraing bisnis yang kuat. terutama bagi mereka yang lama merantau dan meningglkan keluarga di kampung halaman. selain itu ibunda Veni juga menilai jika anaknya tidak akan bisa berkembang secara maksimal jika terus berada di Tulunagung. kulturlah yang akan membentuk batasan tersebut.



maka dari itu Veni kemudian melanjutkan hidupnya di ibukota. dengan gigih dia berjuang menembus kampus paling egaliter Universitas Indonesia. berbagai hal dialakukan sehingga tidak pernah mengeluarkan uang untuk membiayai studynya. dia kemudian mlamar menjadi salah satu engajar muda dengan harapan ingin membantu sesama.



betapa terperanjatnya Veni ketika kultur masih sangat kuat menjerat masyarakat Tulungagung. terutama mereka yang tinggal di daerah jika tidakmau disebut desa. saya bercerita banyak hal pada Veni, terutama masalah gender yang ada disana, dimana sosok perempuan akan sangat sulit break the boundaries untuk bisa keluar dengan selamat guna menuntut ilmu. karena yang adalah adalah akan menikah muda. bahkan masih adanya pemikiran bahwa edukasi bagi perempuan tidaklah penting. Saya juga bercerita tentang keironisan lain. rumah sebesar istana namun hampa. hampa oleh pendidikan. sangat sedikit sekali yang bisa menyadari arti penting dari pendidikan. pun ada tidak semua dari mereka yang terbentur masalah ini itu mulai dari biaya, kesempatan hingga gender.



diskusi kami kemarin malam saat Dinner 2nd Bienale Indonesia International Conference on Communication adalah berujung pada satu kesimpulan dimana Veni menyadari, dia hidup ditempat yang sangat settle. aau lebih tepatnya sisi ena dari Tulungagung. semua itu juga dialami oleh mereka yang hidup dengan akses terhadap sumber ilmu namun sedikit sekali memberi makan hati mereka.sehingga banyak seklai orang yang senantiasa yang menghamba pada uang namun tidak mempedulikan bahkan menginjak orang lain. setidaknya Pendidikan bisa menjadi sebuah investasi untuk hal ini. lewat Pendidikanlah seseorang bisa mengubah hidp dan lingkungan sekitarnya. Pendidikan bukan saja mengajarkan 1+1 yang jawabannya pasti 2 namun lebih darii itu.pendidikan mengajarkan seseorang tentang mimpi, bagaimana untuk bangun, bangkit dan meraihnya.



Diskusi itu jujur membuat saya bersyukur atas apa yang saya miliki dan saya raih. paling tidak saya memiliki akses terhadap hal bernama pendidkan. saya menjadi sadar pentingnya kita berbuat sesuatu untuk bangsa ini dengan tindakan sekecil apapun. lebih baik kita bertindak kecil namun benar benar merealisasikannya daripada berangan angan besar namn hanya sebatas angan. so guys lakukan semua dengan caramu sendiri. mari kita mulai semuanya dari hati dan mengakhirinya dengan hati pula. Tulungagung telah mulai membuka suara di kancah nasional, gimana dengan kita, haruskan kita tetap menutup diri? haruskah kita biarkan generasi berikutnya untuk tetap berada kegalauan. jika demikian adilkah apa yang kita miliki dengan mereka? setiap orang juga butuh untuk hidup dan memberi kehidupan.

Sabtu, 08 Desember 2012

REGENERASI, REORGANISASI DAN RE. RE.. YANG LAIN ITU PERLU

sekarang ini jam 12 kurang 10 menit atau 23.50.. rasa kantuk sedikit demi sedikit ini mulai hadir. namun aku sama sekali belum ingin rehat. ga tahukenapa aku ingin banget nulis tentang kejadian sepanjang hari ini. aku ingin membaginya ke semua pembaca blog atau mereka yang nyasar masuk ke blog ini...

hari ini ada serah terima jabatan resimen mahasiswa. thats means jabatanku sebagai wakil komandan berakhir pula. ada rasa senang dan long telah menunaikan tugas. namun ada sedikit rasa sedih juga yah.. bukan sedih karena jabatan berakhir. tapi sedih karena akan ditinggalkan dua orang temen yang selama ini sudah bekerja sama. pertama zario atau kaur 2 yang bakal pergi ke bandung buat masuk sekolah penerbang disanna. sesek memang diinggal temen sendiri. tapi okelah dia kesana karena ingin mengejar mimpi. setelah menunaikan study s1 di kampus yang sama. cuma sesuatu yang mengaggetkan datang malam ini. komandan seangkatan denganku mario rupanya juga akan move keluar pulau. dia akan kembali ke tanah leluhurnya di flores. meski dari pejengan dia sekarang cuma fisiknya yang flores namun kalimat surabaya banget. kehilangan mereka berdua sepertinya bakal berat juga. apalagi setelah malam ini kita makan dan nongkrong bareng di KFC adityawarman.. wah tambah berat ajah.. ini adalah rasa yang sama ketika harus pisahan sama ferdi semester lalu. agak gimana gitu ditinggal lulus duluan ama temen seangkatan.

DEPOK THE BOUNDARIES CITY, BEHIND THE SCENE INDOICC 2012

jam 7 pagi ini aku bangun dari tempat tidur. sengaja sih bangun siang dan menikmati tidur.. serta suasana depok sebelum saya meninggalkan kota ini. selain itu sebagai ganti atas konferensi selama dua hari yang melelahkan ini. jadi sedikit memanjakan diri boleh lah..

tujuan utama setelah mandi pagi ini adalah ke ATM, ambil uan trus selesaikan pembayaran, abis itu sarapan, balik ke kamar, ngeblog bentar baru kemudian saya prepare cek out. kalo ga buru buru ke jakarta males kuping kriting denger teriakan ngok. siapa itungok next lah aku ceritakan kalo ada waktu tapi ga janji..

kegiatan pagi ini semuaberawal dari ATM. berhubung di hotel ini ga ada BCA dan parahnya lagi ga nerima kartu BCA, alhasil aku harus tarik tunai di ATM Bersama. nahATM bersama yang ada itu punyamandiri sama BNI. pikir punya pikir aku masuk ke ATM mandiri. karena merasa BNI jauh dari kata safe.

awal masuk ATM yang terasa adalah feeling ga enak. berkali kali ATM bank jatimku ga bisa masuk. next chapter aku coba dengan ATM BCA.ATM ini sama juga lamaa banget masuknya.. eh begitu ATM masuk langsung ada notifikasi ATM ga bisa digunakan. loh gimana neh. panik pasti,,, ini pengalaman pertama dan semoga ga terjadi lagi ATM ketelen.

aku langsung minta bantuan seseorang.kebetulan ada petugas hotel.kalo dilihat dari seragamnya dia adalah manager on duty disini. dengan sigap si mbak lari kesana kemari berusaha minta bantuan baik didalam hotel maupun hubungi beberapa pihak. sedangkan saya harus tinggal di ATM just in case kartu keluar. aku pun ga tinggal diem langsung telepon sana sini terutama Miranti Mertisari alias Mira Azzahra selaku empunya Mandiri. shock banget ketika denger kartu yang masuk mesin mandiri bakal di hancurin serta gaada kesempatan keluar. hikz... iki yo opo reeeekkkk....

akhirnya aku menutup alias memblokir account tersebut by phone... mampus gue... untungnyamasih ada si bank jatim.. jadi peganganku kali ini cuma bank jatim.

setelah sarapan saya putuskan untuk jalan kaki cari BCA. loh kok BCA lagi.. iyalah saya lebih percaya ke banksatu ini buat ATM bersama. apalagi mbak vina pernah bilang kalo mausave pake bank jatim, ATM bersamanya cari BCA. wah wah wah alhasil saya jadi juga jalan kaki keliling margonda sampai menemukan ATM BCA di pom bensin Margonda Raya.

jujur sih aku heran dengan kota ini. kotanya gede.. traffic padet tapi kenapa yangnamanya BCA serasa sulit banget. di Surabaya mauun kota lain di Jatim.. yang namanya BCA banyak banget yah. ga cuma itu.. di kota kaya Tulungagung yang jauh lebih kecil ajah yang namanya indomaret dan alfamart istilahe karek nyikrak.. lha disini.. sejauh mata memandang aku ga lihat dua toko retail penolong dikala darurat tersebut.. hikz... what de hell... padahal harusnya yang namanya toko retail itu ada dimana mana... apalagi di deket hotel sebesar ini.. hikz... lets say kawasan embong malang surabaya. disana banyak banget loh toko retail ini. padahal sebelahnya ada sogo dan tempat lain. ini kok malah ga ada... sepertinya abis ini kebiasaan ga bawa uang cash harus sedikit dihilangkan...

2nd Indonesia international Conference on Communication Experience part 2 ( review of the program )

by Dimas Prakoso on Friday, December 7, 2012 at 11:37pm ·

Akhirnya conference ini kelar juga. Ini adalah konferensi yang menurutku sih keren banget.dari segi pembicara, mereka berasal dari banyak tempat di dunia. Mulai dari Amerika, Australia dan benua biru Eropa. Bahkan bisa dibilang pembicara tersebut sangat representative.

Disini jujur saya belajar banyak hal. Bukan saja tentang komunikasi, media study, media regulation and so and so.. but more than it. I also learn about gimana sih caranya seorang expert itu bersikap. Meski untuk yang satu ini saya melihat banyak sekali akademisi di Indonesia khususnya kampus saya sangat minta dihargai just in case they are a professor. Padahal kalo kita kaji lebih dalam yang namanya professor tanpa meminta pun pasti akan dihargai. Sesuatu yang jumping mungkin ya ketika kita melihat masalah ini. Namun disini dan para keynote tentunya.. mereka tidak melihat gelar sebagai sbuah boundaries. But may they think that the most academic title hanya untuk cara bagaimana bisa sharing ilmu lebih baik lagi. Selama acara ini mereka yang bergelar doctor dan professor serta praktisi berkumpul jadi satu. Mereka juga gasegan menyapa duluan. Padahal mereka tahu yang disapa bukan akademisi dengan banyak gear ndrembel. Its so differ…

Event ini diawali dengan keynotes speaker dari ketiga orang yakni professor khrishna sen, Professor Merlyna Lim, and Professor Leen d’haenens. Professor khrisna sen mengawali acarra dengan paparan mengenai pentingnya researcha di bidang komunikasi termasuk media di dalamnya. Ada yang menarik disini. Menurut professor Krishna sen, banyak sekali kajian tentang islam di dunia yang justru ditulis oleh orang asing. Mengapa tidak ditulis oleh asli orang Indonesia saja. Hal itu pasti akan lebih baik. Beliau juga menyajikan data bahwa Indonesia menempati urutan pertama untuk Negara terkaya. Kaya dalam artian adalah potensi yang ada dilamanya terlepas potensi tersebut sudah tergarap atau belum. Bahkan beliau yang fasih berbahasa Indonesia juga menyatakan ‘ Indonesia culture must save and keep by Indonesian”. Sesuatu yang mencengangkan aku rasa,karena diucapkan oleh seorang dari laur Indonesia.

Dibelakang Khrisna ada professor Merlyna Lim. Beliau lebih banyak berbicara tentang perkembangan media dewasa ini. Perkembangan media tidak hanya old media yakni paper and broadcast but also new media such as fb and so and so. Dalam salah satu kajiannya tersebut ada stu temuan menarik jika banyak sekali akademisi Indoensia yang banyak bercuap tentang politk di Indonesia tanpa melakukan research alias bahasa gampangannya omong doang. Semua didasarkan pada satu titik bernama Jakartasentris. Orang jawa banyak yang ga akan tahu tentang papua. Karena mereka merasa terpinggirkan. Maka dari itu papua mencari dari source lain. Selain berbicara tentang keilmuan dari ranah dalam negeri, beliau juga berbicara tentang banyaknya gerakan gerakan di internet yang tidak sesuai dengan realita. Seperti gerakan reeformasi di jazirah arab, afrika juga demo besar besaran di Malaysia.

The last for keynotes speakers session is professor Leens dari KU Leuvens belgia. Personally materi ini paling relevan dengan situasi saya sebagai broadcaster. Satu yang saya garis bawahi disini adalah ‘ public broadcasting professional journalist must giving community servic’. Sepertinya ini masih belum terjadi di media public negeri ini. Gimana mau dilaksanakan ketika seorang reporter juga dibebani tugas sebagai fundriser untuk media tersebut. Ketika ada liputan dia justru dipanggil oleh atasan untuk memberikan sejumlah setoran untuk kantor. Sebenernya mereka itu jurnalis ato marketing or fundriser sih? Ada yang lebih parah dari itu, Indonesia community media is not protected by the law. Hmm this is special issue here.

Tiga kalimat tersebut membuat mata kami terbuka tentang permasalahan yang terjadi disini. Setelah session ini kami semua dibagi dalam parallel discussion. Ada lima panel dan dua sesi untuk hari pertama. Demikian juga untuk hari kedua, seelah coffee break parallel session dimulai. Ada lima parallel discussion disini dengan dua session. Saat lunch ada semacam special appearance dari CIPG and HIVOS terkait penelitian mereka. Final closure meneguhkan kembali eksistensi konferensi ini. Mulai dari keynoter speakers dan sejumlah attendees memberikan pandangan mereka tentang jalanya indoicc 2012. Final clousure ini sekaligus sebagai penutup

2nd Indonesia International Conference on Communication Experience part 1

by Dimas Prakoso on Thursday, December 6, 2012 at 10:07pm ·

sungguh ga nyangka akhirya saya bisa juga menjejakkan kaki di kampus ini. first impression ketika memasuki kampus ini adalah tercengang dengan semua fasilitas yang internasional banget. lebih tercengang lagi begitu tiba di Chrystal Knowledge dan baca tulisan Chrystal Knowledge Universitas Indonesia veritas, probitas, iusticia. membaca tulisan itu serasa tidak sedang berada di Indonesia.

meski agak terburu karena macetnya depokga ketulungan tapi its ok lah ya. semua itu terbayarkan ketika memasuki kampus ini. jujur tadi agak sedikit culture shock karena bahasa pengantar yang digunakan adalah english. agak kelagepan diawal tapi itu hanya terjadi 15 menit pertama. selebihnya enjoy the show.

keynote speakers hari ini ada 3 orang



Professor Khrisna Sen https://www.socrates.uwa.edu.au/Staff/StaffProfile.aspx?Person=krishnasen&tab=publications



Biography

Winthrop Professor Krishna Sen, an internationally recognised scholar of contemporary Indonesian and media studies commenced her appointment as Dean of the Faculty of Arts, Humanities and Social Sciences at the University of Western Australia in January 2009. She has held teaching and research positions at Murdoch and Curtin Universities, and was the Executive Director for Humanities and Creative Arts at the Australian Research Council in Canberra, just prior to taking up her position at UWA. Krishna is a Fellow of the Australian Academy of Humanities (FAHA), a Member of the Hawke Research Institute Advisory Board,and President and Chair of the Australasian Council of Deans of Arts, Social Sciences and Humanities (DASSH). She serves on the editorial boards of several national and international journals.

Key research

Indonesian media and culture; human rights in Indonesia; gender studies.

Publications

BOOKS



2010, Politics and the Media in 21st century Indonesia Routledge, London (co-edited with DT Hill, Introduction by Sen)



2008, Political Regimes and the Media in Asia, Routledge, London (co-edited with Terence Lee, Introduction by Sen) in hard and paperback.



2005, The Internet in Indonesia’s New Democracy, Routledge, London (Co-authored with David Hill) – 2008 re-issue in paperback – 27 citations



2000, Media, Culture and Politics in Indonesia, Oxford University Press, Melbourne (Co-authored with David Hill); 2006 (second printing) Equinox Publishing Jakarta in ‘Classic Indonesia’ series –39 citations



1998, Gender and Power in Affluent Asia, Routledge, London. (Co-edited with Maila Stivens) – 50 citations



1994, Indonesian Cinema: Framing the New Order, Zed, London – 20 citations





BOOK CHAPTERS



‘Violence out of movies in Indonesia’, in Chua Beng Huat (ed.) Violence in Asian Cinema, under consideration by Hong Kong University Press, forthcoming.



‘Re-forming Media in Indonesia’s transition to Democracy’ in Sen and Hill (eds) Politics and the Media in 21st century Indonesia Routledge, London



‘Mediating Political Transition in Asia’ in Sen and Lee (eds.) Political Regimes and the Media in Asia, Routledge, London, 2008, pp.1-10



‘Chinese’ Indonesians in National Cinema’, in Wanning Sun (ed.) Media and the Chinese Diaspora: community, Communication and Commerce, Routledge, London, New York, 2006, 119-156 (Originally published in Inter-Asia Cultural Studies, details in ‘Journal articles’ below.)



‘Indonesia: Screening a Nation’ in Anne Tereska Ciecko (ed.) Contemporary Asian Cinema: Popular Culture in a Global Frame, Berg, Oxford, 2006, pp. 96-107.



‘Global Industry, National Politics: Popular Music in Contemporary Indonesia’ (joint author: Hill) in Allen Chun, Ned Rossiter and Brian Shoesmith (eds.) Refashioning Pop-Music in Asia, Curzon Press, Surrey: UK, 2004, pp. 75-88.



‘What’s Oppositional in Indonesian Cinema’ in Anthony Gooneratne and Wimal Dissanayake (ed) Re-Thinking Third World Cinema, Routledge, N.Y. and London, 2003, pp. 147-165.



‘The Mega Factor in Politics: A New President or a New Kind of Presidency?’ in Katherine Robinson and Sharon Bessel (eds.) Women in Indonesia: Gender, Equity and Development, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2002, pp.13-27.



'Indonesia: media and the end of authoritarian rule' in Munroe E. Price et al (eds.) Media Reform: Democratizing the media; democratizing the state, Routledge, London and New York, 2002, pp. 69-88.



‘Madonna of Sumba: Notes on an Indonesian Film’, in A.K. Bagchi (ed.) Identity, Locality and Globalisation: Experiences of India and Indonesia, Indian Council for Social Science Research, New Delhi, 2001, pp. 387-399.



‘The Human Rights of Gendered Citizens: Notes from Indonesia’ in Anne Marie Hilsdon, Maila Stivens, Vera Mackie and Martha McIntyre (eds.) Human Rights and Gender Politics: Asia-Pacific Perspectives, Routledge, London, 2000, pp.107-121.



‘The Internet in Indonesia’s New Democracy’ (co-author: Hill) in Peter Ferdinand (ed.) The Internet, Democracy and Democratization, Frank Cass, London, 2000, pp.119-136.



‘Indonesian women at work: re-framing the subject’ in Sen & Stivens (eds.) Gender and Power in Affluent Asia, Routledge, London, 1998, pp.35-62.



‘Public Service Broadcast in a Global Era’ in Tessa Piper (ed.) Open skies: The challenges of broadcasting in Asia, Institut Studi Arus Informasi-International Federation of Journalists, Jakarta, 1997, pp. 11-17.



‘Menafsirkan Feminisme dalam Sinema Orde Baru’ (Understanding Feminism in the Cinema of the New Order) in Idy Subandi Ibrahim (ed.) Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan, Bandung, Indonesia, 1997, pp.306-329. (in Indonesian language)



‘Cinema Polic(ing)y in Indonesia’, in Film Policy: International, National and Regional Perspectives, Albert Moran (ed.) Routledge, London & New York, 1996, pp.172-184.



‘Australia, Asia and the Media’, in Australia in its Asian Context, Gavin Jones (ed.) Academy of the Social Sciences in Australia Occasional Paper No. 1, Canberra 1996, pp .44-49. (Revised version of a paper presented at the 1995 annual meeting of the Academy.)



‘Chapter 7: The Media’ (co-authored with Chris Berry, David Birch, Susan Dermody, Annette Hamilton, & Mary Quilty,) in Anthony Milner and Mary Quilty (eds.) Australia in Asia: Comparing Cultures, Oxford University Press, Melbourne, 1996, pp.193-223.



‘Politics of Melodrama in Indonesian Cinema’ in Wimal Dissanayake (ed.) Melodrama and Asian Cinema, Cambridge University Press, Cambridge, 1993, pp.205 217.



‘Repression and Resistance: Interpretations of the Feminine in Indonesian Cinema’, in Virginia Hooker (ed), Culture and Society in New Order Indonesia: 1965 1990, Oxford University Press, Kuala Lumpur, 1993, pp.116 133.



‘Power and Poverty in Indonesian Cinema’, in Paul Alexander (ed.) Creating Indonesian Cultures, Oceania, Sydney, 1989, pp.1 20.



‘Filming “History” Under the New Order’, in Krishna Sen (ed.) Histories and Stories: Cinema in New Order Indonesia, CSEAS, Monash University, Vic., 1988, pp.49 59.



‘History Making: A Study of some Recent Indonesian Films’ in Levy et al (eds.) The Second Australian History and Film Conference Papers, Australian Film and Television School, Sydney, 1984, pp.159 173.



‘Wajah Wanita Dalam Film Indonesia’ (The Woman’s face in Indonesian Cinema – written originally in Indonesian in Indonesia’s most respected academic journal Prisma) in Misbach Yusa Biran (ed.) Tentang Perfilman Nasional, Yayasan Artis, Jakarta, 1983. This collection was an anthology of what the editor regarded as the most significant writings on Indonesian cinema to date. Mine was the only piece by a foreign scholar.





REFEREED JOURNAL ARTICLES



‘Chinese’ Indonesians in National Cinema’, in Inter-Asia Cultural Studies, vol.7 No.1, March 2006, pp. 171-184.



‘The trials of Schapelle Corby’, Australian Journal of Anthropology, September, 2006.



‘Radio Days: media-politics in Indonesia’ in The Pacific Review, 16:4, 2003, pp. 573-590.

‘Gendered Citizens in the New Indonesian Democracy’, Review of Indonesian and Malayan Affairs, University of Sydney, 36:1, 2002, pp. 51-65.



‘Netizens in Combat: Conflict on the Internet in Indonesia’ (co-author: Hill) in Asian Studies Review, 26:2, June 2002, pp.165-187.



‘The Internet in Indonesia’s New Democracy’ (co-author: Hill) in Democratization, (Warwick University, U.K.) 7:1, Spring 2000, pp.119-136.



‘Wiring the Warung to Global Gateways: the Internet in Indonesia’ (co-author: Hill) in Indonesia (Cornell University) 63, April 1997, pp.67-90.



‘An Indonesian Film Called Primitif’, in Anthropology Today (Royal Anthropological Institute of Britain and Ireland, London), 10:4 1994, pp. 20-23.



‘Changing Horizons of Television in Indonesia’, in Southeast Asian Journal of Social Sciences (Singapore), Vol. 22 1994, pp.116-124.



‘Women Directors in Indonesia: ... but whose films?’, Cinemaya, (New Delhi, UNESCO) No.25-26, 1994, pp. 10-13.



‘When A Woman Acts’ in Cinemaya (UNESCO, New Delhi,), No. 10, 1991. This article was translated and published in Chinese as ‘Dian Ying Xian Shan’ (Film Art), Journal of Taiwan Film Archives, 9:6, 1991.



‘Si Boy Looked at Johnny: The Indonesian Screen at the Turn of the Decade’, in Continuum (Perth), 4:2 1991, pp.136 151.



‘Politics of Melodrama in Indonesian Cinema’, in East West Film Journal, (Honolulu) 5:1 1991, pp. 67 81.



‘Film Remaja: The Construction of Parental Power’, in The Asian Studies Association of Australia Review, Vol. 10, No.2, 1986.

‘Hidden From History: Aspects of Indonesian Cinema 1955 65’, in Review of Indonesian and Malayan Affairs (RIMA, Sydney), Vol.19, No.2, Summer 1985, pp.1 50.



‘Indonesian Film History: In Search of a Perspective’ in The Australian Journal of Screen Theory (Melbourne), Double Issue 15/16, 1983, pp.113 131.





WORKING PAPERS



With Chris Berry, David Birch, Susan Dermody, Annette Hamilton, and Mary Quilty Perceiving the Media, Australian Asian Perceptions Project Paper No. 8, Australia Asia Institute, Sydney, 1995.



Krishna Sen (ed.) Histories and Stories: Cinema in New Order Indonesia, Centre for Southeast Asian Studies, Monash University, 1988.





NON-REFEREED SCHOLARLY JOURNALS



‘Critical Perspective on the media in Indonesia’, Jurnal ALTERNATIF (Atma Jaya University, Yogyakarta), IV:12, 1996.



‘Persoalan Persoalan Sosial dalam Film Indonesia’ in Prisma, (Indonesia’s most highly regarded social science journal, Jakarta) 19:5, 1990.



‘Wajah Wanita Dalam Film Indonesia: beberapa catatan’ in Prisma, July 1981. (This article was re printed in Misbach Yusa Biran (ed.) Tentang Perfilman Nasional, Yayasan Artis Film, Jakarta, 1983.



‘The Image of Women in Indonesian Films’ in Prisma, The Indonesian Indicator (Jakarta), No. 24, 1982.



I have also written many articles in more popular publications, particularly in Inside Indonesia (Melbourne), some under a pseudonym.







ENCYCLOPAEDIA ENTRIES



‘Television in Southeast Asia’ (3000 words) in the Encyclopaedia of Television, Second Revised Edition. Editor Horace Newcomb. Publisher Fitzroy Dearborn Publishers. 2004.



‘Indonesia: Status of Media’ (7,500 words) in the Encyclopaedia of International Media and Communications. Editor-in-Chief – Donald H. Johnston, Columbia University, Academic Press, 2003.



‘Indonesia: Broadcasting’ (1200 words) and ‘Indonesia: Film’ (1000 words) in Derek Jones (ed.) Censorship: A World Encyclopaedia, Fitzroy Dearborn Publishers, London, Chicago, 2002, Vol. 2.

Languages

English, Indonesian, Hindi, Bengali, Sanskrit

Memberships

Asian Studies Association of Australia

Honours and awards

Fellow of the Australian Academy of Humanities (FAHA)





2. Professor Merlyna Lim



Professor Lim's current teaching and research interests revolve around political economy of (1) science (2) technology and (3) cities/urban spaces, in relations to issues of globalization, identity politics, democratization and (in)equality. She has published numerous articles on socio-political dimensions of the Internet and cyberactivism as well as on globalization, civil society, and civic (urban) spaces. Professor Lim holds the following awards: Our Common Future Fellowship from the Volkswagen Foundation (2010), Annenberg Networked Publics Research Fellowship (2005-2006), Henry Luce Southeast Asia fellowship (2004), Oxford Summer Doctoral Fellowship (2003), SSRC Fellowship (2003), NWO Wotro Fellowship (2003-2005), and ASIST International Paper Contest Winner (2002) and has given more than 70 invited lectures and presentations in various places in the United States, Canada, Australia, Europe, and Asia. Currently she is the principal investigator of the Ford Foundation funded research project entitled "Advancing Public Media Interests in Indonesia", and co-PI of the ONR funded "Blogtrackers: Analyzing Social Media for Cultural Modeling" as well as senior personnel of the NSF funded "Center for Nanotechnology at ASU".



Publications:

"Social Implications of ICT in the Indonesian Context," Internetworking Indonesia Journal (2012).

"Collective Action Theory Meets the Blogosphere: A New Methodology," Communications in Computer and Information Science (2011).

Book chapter: "Democratised/Corporatised: Contesting Media in the Post-Authoritarian Indonesia. A New Frontier, An Old Landscape," Global Partners & Associates (2011).

Book chapter: "Transient Civic Spaces in Jakarta Indonesia. Globalization, the City and the Rise of Civil Society --The Social Production of Civic Spaces in Pacific Asia," Routledge (2011).



Recent Courses:

JUS 620 Justice Research Methodology



Education:

Ph.D. in Science & Technology Studies and Technology & Development at the University of Twente in Enschede, the Netherlands.

Expertise:



Current Projects:

Collaborative Research: Finding Her Master's Voice: The Power of Collective Action among Female Muslim Bloggers. NSF-CISE (9/1/2011 - 8/31/2014).

NSEC/Center for Nanotechnology at ASU. NSF-SES (9/15/2010 - 8/31/2015).

BlogTrackers: Analyzing Social Media for Cultural Modeling. DOD-NAVY-ONR (5/1/2010 - 12/31/2013).

Advancing Public Interest Media in Indonesia - Thinktank Project. FORD FDN (11/1/2009 - 10/31/2012).



3. Professor Leens d Haenens



PhD in Political and Social Sciences (University of Ghent, 1994)

Master in Information Science (University of Toronto, 1989)

Master in Press and Communication Sciences (University of Ghent, 1988)

Master in Romance Languages (University of Ghent, 1985)



mereka bertiga berhasil membuat suasana cair dan encer.. kajian berat tidak terasa berat. kami disajikan berbagai macam data dan diajak berfikir internationally. ituadalah pembukaaannya.. yeng jelas besok masih adalagi.. dan akan di update lagi