Minggu, 02 September 2012

RAHAYU WIRA ABADI, UNRECOMENDED TRAVEL

Mudik hmm pasti diantara kita langsung terbayang akan kemacetan panjang jalan raya, dominasi kendaraan roda dua yang terkadang tidak tahu etika berkendara di jalan raya, rent car, kelangkaan tiket segala moda transportasi, atau malah jumlah armada bus yang tidak mencukupi untuk mengadakan angkutan lebaran yang berbuntuk pada menumpuknya penumpang di terminal. Agaknya alasan terakhir itulah yang yang terjadi padaku saat hendak mudik lebaran tahun ini.

18 agustus merupakan hari yang sangat saya nantikan. Betapa tidak, untuk pertama dalam 23 tahun keluarga besar akan berkumpul saat hari pertama idul fitri. Hal ini ditandai dengan tibanya pakde da bude bersama dua orang my beloved sist and bro Kristalia Sandra dan Andika Perkasa di Surabaya. Suasana pertemuan di kedatangan domestic Juandapun menjadi sesuatu yang mengharukan saat itu. Dan tidak sampai disitu.. perjalanan pulang mudik dari juanda menuju ke tulungagung secara beriringan dengan dua mobil pasti sangat mengasyikan. Benarn benar tak bisa diungkapkan kesenangan hati ini saat itu. Namun apadaya.. tanggung jawab menyajikan informasi terkini dari seluruh penjuru jawa timur, melalui Jawa Timur Dalam Berita dilanjutkan menyampaikan informasi mudik dari Jawa Timur secara nasional pada item berita malam menahanku untuk ikut larut dalam kegembiraan perjalanan mudik bareng keluarga besar ini. Fine itu adalahsekelumit cerita tentang luapan ekspresi kegembiraan saya.

Next back to topic... ada satu pertanyaan yang berkecamuk malam itu. Mudik menggunakan travel bandara atau bus. Konsekuensi jika menggunaan bus adalah saya tidak akan terangkut. Atau terngakut namun entah harus menunggu hinga berapa lama. Pasalnya laporan rekan rekan reporter di lapangan saatitu menyatakan terminal purabaya aka nada lonjakan hebat, dan tidak ada armada. Maklum saja kampong halaman saya bukan beradadi lintas “padat” seperti nganjuk, madiundan seterusnya. Dimana kita mau cari bus sejelek dan sebagus apapun tetap ada. Hal tersebut diperparah lagi dengan telepon dari orang tua yang mudik menggunakan mobil bahwa tidak ada satu pun bus yang berpapasan maupun mendahului mobil kami. Alhasil panikpun terjadi. Sedang jika saya menggunakan travel bandara maka pasti harus merogoh kocek lebih dalam. Selain itu saya harus mempersiapkan mental lebih. Namun keuntungannya, saya tidak perlu merepotkan orang dirumah untuk menjemput ke kota kabupaten pada dini hari. Selain itu ketersediaan travel masih terus ada hingga pukul 00.00. pertimbangan itulah yang membawa saya untuk kembali menyambangi juanda setelah siaran. Meski ada salah satu rekan sejawat yang menyarankan untuk ke terminal dulu. Baru ke bandara. Namun ga tahu kenapa saat itu saya sudah bulat untuk pake travel bandara. Karena saya pikir akan bisa tidur dengan nyaman, kabin berpenyejuk udara, dan privasi tetap terjaga. Bagi saya saat itu yang terpenting bagaimana bisa lekas tiba di rumah. Saya tidak ingin melewatkan moment sekecil apapun terlewat. Apalgi harus menunda hinga esok hari. Bagi saya saat itu welcome to the jungle. Inilah mudik yang sebenarnya. Situasi yang selalu saya laporkan kepada khalayak 2 tahun berturut turut. Jika kemarin melakukan reportase kini menjadi pelaku.. so just sit it yours and enjoy the flight..



RAHAYU WIRA ABADI



Pertama kali tahu tentang travel ini dari salah satu sahabat yang baru saja menyelesaikan penelitian di kepulauan wakatobi Sulawesi. Saat itu dia hendak pulang ke tulungagung. Dari melihat dia yang keukeuh dengan pendirian naik travel bandara saat itu membuat saya berfikir untuk mencobanya. Akhirnya malam takber kemarin saya berkesempatan untuk mencoba travel yang notabene menjadi kebanggaan masyarakat tulungagung ini. Tapi bener ga ya..??? jawabannya adalah samasekali TIDAK. Kenapa? Check these out.

Ikut perjalanan travel ini akan menjadi sangat tak terlupakan bagi saya dan tentunya dengan tegas saya akan menolak untuk menggunakannya kembali. Ada banyak sekali alas an yang membuat saya tidak puas. Muali dari armada hinga service. Bahkan saya bernai berkata travel terjelek di Surabaya masih jauh lebih baik dari rahayu wira abadi.

Setiba di juanda saya langsung mengontak pihak rahayu. Tidak tahu kenapa respon yang saya terima sangat berbeda. Jika pada pangilan telepon sebelumnya mereka sangat ramah.. kali ini mereka super duper ketus. Bahkan ketika saya meminta di direct dari domestic ke lokasi mereka. Saya minta di direct bukan tanpa alasan. Pasalnya saat itu pintu internasional arrival dipenuhi oleh penjemput. Sedangkan counter mereka ada di dalamnya. Sehingga saya bermaksud dari mereka untuk menemui saya di café sebelah internsional. Ternyata justru bentakan bentakan yang saya dapat.

Tidak kurnag akal, saya yang ketika itu masih berseragam, langsung mengeluarkan press card. Kartu ini akan sangat bermanfaat jika saya idak bisa menembus counter. Dan tahukah andaapa yang terjadi? Bukan sebuah travel dengan penawaran elegan kepada penumpang pesawat yang baru turun melainkan.. situasi terminal yang pindah ke international arrival. Banyak kenek dan driver rahayu yang berdiri di depan counter sambil mencegat semua saja yang baru keluar dari pintu kedatangan. Saya bertanya dalam diri, “ inikah yang tadi mereka sebut di telpon dengan,” petugas counter kami?””. Hal ini sangat berbeda jika kita bandingkan dengan counter golden bird dan kaha di sebelahnya yang tampil cantik dan elegan, rahayu benar benar kebanting deh. Situasi di depan counter rahayu wira abadi ini benar benar seperti terminal yang menyaru di kedatangan internasional juanda. Bahkan situasi di kedatangan domestic masih jauh lebih tertib dan tahu etika. Oh gosh.. welcome to the real jungle.

Untuk ukuran kedatangan internasional mereka seharusnya dapat menjual service. Tidak perlu dengan berteriak sana sini sambil menghisap putung rokok. Seorlah mereka tidak memahami adanya perda KTR dan KTM di sejumlah lokasi pelayanan public. Lantas kemana otorita bandara? Angkasa pura II kemana kalian? Kok sampai ada yang model begini. Saya mungkin tidak akan sevokal ini jika itu terjadi di domestic. Tapi ini terjadi di internasional. Internastional arrival adalah pintu pertama bagi wisatawan asing untuk masuk ke Indonesia khususnya jawa timur. Masa iya mereka akan kita suguhi dengan hal semacam ini? Inikah yang kita jual pada masyarakat internasional? Jika ya, kenapa harus susah susah membangun airport semegah itu. Kenapa tidak membangun selayaknya terminal saja.

Belum cukup sampai disitu. Awalnya saya pikir akan menuju counter,beli tiket dan mengetahui jam berangkat yang tertera di tiket. Jika waktu masih lama, saya ingin ngopi sejenak di java café atau dimanalah di bandara. Dan nanti ketika sudah mendekati keberangkatan aka nada petugas yang memberitahu via sms maupun telepon jika travel akan segera diberangkatkan. Apa yang saja pikirkan berdasarkan pengalaman menuju soetta naik primajasa dari bandung. Tapi lagi lagi harapan tingalah harapan. Salah satu driver dengan logat tulungaung yang super duper kental membawa saya ke parkir mobil juanda. Apa yang dia lakukan selanjutnya? Meminta kami menungu disana tanpa kepastian kapan terangkut, armada mana yang kami naiki dan tentu saja tidak ada satupun crew rahayu yang bisa ditanya. What the hell… penelantaran macam apalagi ini? Hingga tahap itu aku hanya bisa menarik nafas yoga, berusaha menenangkan diri. Serta focus pada tujuan utama.. pulanggggg serta tiba di rumah. Moment untuk ikut berkumpul bersama keluarga besar mengalahkan segalanya.

Beberapa saat kemudian barulah ada yang mendata dan menarik ongkos. Seratus ribu rupiah. Sedikit lebih mahal dibanding travel regular dan bus patas tentunya. Tapi tak apalah demi pulang kerumah dan tidak merepotkan kluarga berapapun ga masalah. Apalagi nani pasti bisa intirahat di mobil.

Rupanya untuk kesekian kali harapan tinggalah harapan. Saya mendapatkan mobil isuzu elf butut. Tanpa ac, tanpa lewat tol, dengan kebisingannya dan sebagainya. Pelan tapi pasti mulai ada berontaan dari dalam diri saya. Saya merasa sangat tidak terima dengan perlakuan ini. Sedikit menyesal juga kenapa tidak mencoba ke terminal terlebih dahulu. Apalagi ketika inget atasan saya yang angsung bereaksi setelah melihat saya siaran nasional. Padahal saya sudah diijinkan untuk men sub kan siaran nasional ke rekan lain. Bahkan beliau juga hamper marah ke rekan saya ini.tapi sudahlah saya bisa mencegahnya. Namun inikah yang harus saya dapat? Tidak terima? Pasti.

Jika saya bandaingkan, armada rahayu wira abadi ini sangat tidak terawatt. Kursi yang sangat tidak ergonomis, reclining seat mati, ac mati,idak ada music, deru mesin yang masuk ke kabin, kaca yang tidak rapat dan Cuma diganjal kertas tebal agar tidak jatuh, ditambah dengan barang dan manusia yang terkesan asal tumpuk. Petugas yang tidak memahami cara packing mobil yang baik ikut menambah panjang daftar keruwetan ini.hal ini sangat berbeda dengan berbilang tahun yang lalu. Ketika SMP saya menggunakan armada mereka untuk mengantar kami lomba ke kota kabupaten. Kondisi armada berbalik 180 derajat.

Saya rasa semua ketidak beruntungan ini akan berakhir dengan naik mobil serta akan segera tiba di tujuan. Namun ternyata salah besar. Selepas dari Surabaya, kami berhenti di salah satu rumah makan daerah trowulan mojokerto. Apakah ini servis makan dari mereka. Sama sekali bukan. Bagi penumpang yang mau makan silakan bayar masing masing. Tapi ga masalah lah ya. Pemasalahannya adalah, baru di resto ini dilakukan cross cek penumpang. Dan dipindahkan dari satu armada ke armada lain dengan dalih dipilih yang sejurusan. Halooooo tadi di bandara ngapain ajah? Kenapa baru ditengah jalan sih diecer bengini? Ini travel management amburadul banget sih. Seharusnya jika mau melakukan klasifikasi penumpang kan bisa dilakukan di bandara. Sembari melakukan klasifikasi penumpang, penumpang dapat ke toilet dulu kek, beli makan ato minum kek, ngopi kek.. Tidak seenaknya begitu saja. Situasi serupa juga terjadi ketika armada sudah berbelok kiri dari mojoagung. Anehnya lagi yang ngecer penumpang adalah drivernya sendiri. Trus kerja adminnya ngapain ajah? Jaga counter? Bener tajaga counter? Saya kok sering lihat counternya di internasional kosong mlompong tanpa ada yang jaga ya? Saya bahkan sempat dpindah dari elf ke bus mini.

Melihat perlakuan rahayu wira abadi yang semena mena tersebut saya jadi mikir, apa sih yang mereka cari? profit? Profit model apa yang mereka inginkan? Bukankan asset paling berharga bagi perusahaan jasa adalah trust. Jika trust ajah ga ada, gimana mau profit. Lets say blue bird deh. Si burung biru ini punya jutaan customer loyal. Mulai anak kecil sampe kakek nenek. Bahkan ada yang menanamkan pada keluarga mereka kalo taxi ya bluebird. Kemanapun perginya selama ada blue bird yah blue bird. Karena safe dan comfort. Bluebird cukup memberikan service memuaskan kepada seluruh customer mereka. Dan selanjutnya trust yang mereka dapat. Setelah trust didapat maka yang berbicara adalah bahasa trust seperti yang saya tulis diatas. Bahasa trust inilah yang akan memberikan feedback ribuan kali lipat bagi bluebird berupa profit income. Bayangkan saja jika dalam satu keluarga ada kakek nenek, ayah ibu, dan dua anak dimana semuanya adalah customer loyal blue bird. Mereka sudah punya 6 penumpang. Kalikan saja dengan jumlah keluarga dalam satu kota, kalikan lagi dengan seluruh Indonesia. Besar bukan?

Tampaknya hal ini yang belum disadari penuh oleh management rahayu wira abadi. Mereka hanya berusaha meraih profit tapi tidak melibatkan hati dan trust d dalamnya. Mungkin mereka merasa tidak perlu ngoyo dan menerapkan hal hal abstrak itu karena sebagai pemain tunggal. Jangan salah.. justru sebagai pemain tunggal mereka harus menerapkan standart tinggi terhadap pelayanan. Sehingga competitor akan berfikir ulang untuk bermain di koridor anda. Seperti yang dilakukan harapan jaya, sama sama dari tulungagung, namun harapan jaya kini menjadi pemain tunggal dalam melayani penumpang koridor Surabaya-tulungagung pp dan Jakarta. Mereka menerapkan standart tinggi. Keramahan, kenyamanan penumpang, dan kebersihan armada sangat diperhatikan. Bahkan mereka merespon complain dengan sangat cepat. Hitungan menit bahkan. Tidak hanya itu, mereka menanggapi tanpa kenal waktu. Meski tengah malam mereka juga tetap menanggapi keluhan customer. Jika dibandingkan dengan harapan jaya yang sama sama dari tulungagung maka rahayu wira abadi kalah telak. Terlepas dari factor usia tentunya.

Atau ada alasan lain yang membuat management rahayu mengesampingkan hal yang saya jabarkan diatas seperti segmentasi pelanggan. Mungkin mereka merasa segementasinya adalah maaf orang orang desa, yang belum tahu apa apa serta para TKI kita yang baru pulang, sehingga pasti tidak akan mempermasalahkan hal seperti ini. Jika memang ini yang terjadi tentu sangat mengerikan. Betapa tidak, mereka para Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri adalah pahlawan devisa bagi bangsa ini. Haruskan diperlakukan semacam ini? Mereka memang berasal dari desa,tapi apa pantas mereka mendapatkan perlakukan semacam ini? Mereka sudah bekerja susah di negeri orang, jadi paling tidak biarkanlah merasakan sedikit fasilitas mewah sebagai apresiasi terhadap kerja selama ini. Mereka memang TKI namun please manusiakan juga mereka. Jangan malah dijadikan ladang untuk mencari uang, pemerasan dan sebaginya. Mereka juga punya keluarga di rumah yang senantiasa menungu kedatangan dengan senang hati.

Tulisan ini dibuat bukan untuk bermaksud menjatuhkan, melainkan sebagai kritik dan perbaikan terhadapa layanan rahayu wira abadi. Karena ketika bahasa trust yang berbicara, maka financial profit pasti akan mengikutinya.