Sabtu, 05 Juli 2014

Temen, Sahabat, Saudaraan.. apa sih?

udah lama ga ngeblog eh sekalinya ngeblog rada geje... hadeuuuhhhh ... ga tau lah kenapa bisa sampe segininya. selama ini aku selalu bangga akan kemandirianku. entah kenapa semua seolah sirna belakangan. aku telah berubah menjadi sosok yang sangat care sama orang lain. at least itu versiku lho ya... yah selamat aja deh buat mereka yang mengubahku menjadi seperti ini. sebuah langkah maju ini namanya.

well rek... semakin kesini kok aku jadi makin absurd sama apa yang namanya sahat temen dan sodaraan yah. memang sih ketiga istilah yang ngegambarin hubungan relasi antar manusia itu punya tingkatan masing masing. tapi sepertinya kelamaan sendiri nih gue. hidup sendiri tanpa orang yang bener bener ada dan nemenin gue. maksudnya sebagai temen yaaaa.... selama di s1 kemarin sih aku memang terkenal deket dan akrab sama beberapa orang. tapi yang sampe levelnya karib aku bisa jamin nyaris ga ada. kalo sodaraan memang banyak sih. kita didekatkan karena organisasi. senioritas gitu lah kayaknya....

nah sekarang udah masuk ke jenjang pendidikan berikutnya rasanya gue udah lupa gimana sih punya temen dalam artian sahabat. gue awalnya baik baik ajah. sampe beberpaa bulan lalu sepertinya gue nemuin hal itu lagi ketika memang akrab banget ama salah satu temen gue. jujur ajah, gue sih ngerasa harus banyak belajar lagi gimana membuat sebuah relasi sebagai sahabat yang udah gue angkat jadi sodara. nah kasus gue yang ini sih beda banget ama gimana gue ama ngok bisa jadi sahabatan. kalo gue ama ngok sahabatan karena kita dideketin ama yang namanya waktu. gile aje dari SD yang terus in contact intens ampe sekarang ya cuma kita berdua, gimana ga deket dan jad sahabat coba. sedangkan cerita yang ini lain. kita dideketin karena persamaan nasib... haaallllaaahh kaya teks organisasi irganisasi jaman dulu ajah. but seriously, kita memang dideketin ama nasib. semua berproses begitu alami. sampe gue merasa ya udah deh lu jadi sodara gue ajah.

masalahnya, ngadepin orang model gue nih yang gampang gampang susah dan banyak susahnya. pertama nih selalu ajah ngider sendiri ga tau kemana. dua nih gue tuh paling ga bisa ama yang namanya dijanjiin. kalo ada ngejanjiin gue, dan gue mengiyakan, berarti gue juga janji ama dia, jadinya yang ada gue memaksa diri buat merealisasikannya mekipun kadang sulit dan harus fleksibel. tiga, ini maslaah pikiran, pikiran gue tuh suka melompat lompat dari satu hal ke hal lain secara random.. jadi kadang agak susah juga buat mahamin mau gue apa. dibutuhkan ornag ornag terlatih.

asli nih ye.. kejadian beberapa hari terakhir dimana gue marah marah ga jelas kok jadi bikin was was ya... was was aja balik sendirian lagi... kan ga enak banget tuh punya temen tapi kita sendirian terus... hedeeeehhh... maaf keuuuuuuunnnn kalo meang ane ada salah.... sepertinya memang harus dikomunikasikan deh...

Minggu, 20 April 2014

go ahead

Wijaya kusuma almamaterku
Kau dilahirkan demi nusa bangsa
Wijaya kusuma dharma bhaktiku
Hanya untukmu daya cipta karsa
Pancasila jiwa dan semangatmu
Menyinari sepanjang masa
Wijaya kusuma almamaterku
Ya tuhanku, limpahkan ridhomu
Kami Putra putri indonesia
Penerus bangsa kharisma wijaya
Negarawan agung pengabdi bangsa
Pejuan jaya demi nusantara
Pancasila jiwa dan semnagatmu
Menyinari sepanjang massa
Wijaya kusuma almamaterku
Ya Tuhanku limpahkan Ridhomu

Hari ini tepat satu tahun aku secara resmi menjad alumni dari Uniersitas Wijaya Kusuma Surabaya. Kemarin 19 April 2014, aku bisa kembali merasakan moment wisuda. Tentu saja menyanyikan hymne wijaya kusuma yang liriknya kau tulis diatas. Keberadaan 12 orang mahasiswa asing yang akan perform dalam sebuah sakramen sacral (kalo boleh menyebut demikian) almamater s1 ku, Prosesi Raden Wijaya. Sebuah prosesi yang hanya ada di UWKS saja. eventitu yang membawaku gimana caranya bisa masuk ke ruang sidang terbuka senat. Sebagai alumni ane bangga banget gitu loh ngliat almamater dipake belajar ama bule bule itu.. hehehehe
Tepat satu tahun, hmm saya rasa saatnya untuk merefleksikan diri apa yang sudah saya perbuat. Bagi sebagian orang, mungkin saya sudah bisa dipandang. Namun bagi diri sendiri, saya tidak bisa mendefinikan stadart baku kata kata dipandang seperti apa. Saya masih terus berproses hingga kini. Meskipun proses tersebut acapkali membawa pada pertanyaan,’di dermaga mana petualangan akademismu ini akan berlabuh?’ seperti yang ditanyakan mantan boss yang sekarang seperti kakak sendiri, Emerensiana Jelita Rafael. Dan jawabannya adalah ‘embuh’. Aku sendiri juga tak tahu kapan petualangan akademis ini akan berakhir.
Agaknya deretan data statistic yang menyebutkan hanya 5% dari total 240 juta jiwa lebih penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi setara master, doctoral dan professor. Means negeri ini masih butuh lebih banyak lagi orang orang mumpuni (jika kata pintar terlalu menyombongkan diri) untuk membantu peradaban. Selain itu alasan 2015 sebagai ASEAN Economic Community juga turut memperkuat asumsi tersebut. Dan kalimat dari salah satu dosen ane di S1 yang lagi ambil doctoral dan berhasil menyelesaikan master di bidang computer tercepat (amiiinnn moga ane juga bisa seperti itu).’ Go forward untuk masalah pendidikan. Insya allah selalu ada jalan, meskipun kadang kita tak tahu darimana asal bala bantuan tersebut. Kultur orang kita, mereka rela ngutang untuk bisa membeli barang konsumtif dan terlihat wah, terlihat kaya di depan orang lain. namun untuk berinvestasi pada pendidikan mereka enggan melakukannya’.hmm agaknya benar juga kalimat si Bapak.
Pendidikan tingi bisa dibilang sebagai sebuah gerbang. Pendidikan memang tidak pernah menjanjikan kita tentang berapa besar materi yang akan kita dapat. Namun ilmu yang dimiliki akan membuat kita bisa berfikir lebih sistematis. Berfikir dan mengambil keputusan lebih cepat dan insya allah bijak karena sudah teriasa memertimbangkan banyaj factor. Esensi dari pendidikan dan berilmu bukan berapa besaran rupiah, melainkan kapabilitas seseorang. Ketika ia bisameraih suatu kapabilitas tersetntu, maka keuntungan secara finansial yang berujung pada wealth pun akan terjadi. Namun proses menuju kesana memang tidak mudah. Tertatih dan berdarah darah adalah suatu keharusan.
Baru saja aku melihat dvd dokumentasi prosesi wisudaku dulu. Ada salah satu bagian yang membuatku bangga pernah mengenyam pendidikan tinggi. Prosesi senat masuk ruangan. Aku melihat mereka sudah berusia lanjut tapi masih mau mengikuti sebuah prosesi panjang semacam ini. Hal itu pastilah karena kecintaannya pada ilmu pengetahuan. Untuk bisa menjadi seperti sekarang, mereka pasti melalui jalan panjang akademis. Baik di dalam maupun di luar negeri. Maka dari itu, aku angkat topi bagi mereka yang mau meneruskan pendidikannya, dan mengamalkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat pada umumnya.
Mereka, para guru besar yang sudah sepuh, akan digantikan oleh kita semua, para generasi muda. Pertanyaannya adalah apakah ara generasi muda sudah siap? Terlepas dari siap dan tidak, personally best appreciate bagi teman teman yang sedang menempuh pendidikan tinggi. Alias pendidian bonus. Mengapa? Mengutip kalimat salah satu kandidat doctor University Utara Malaysia Vitria Pawitrasari S.S, M.Pd, ‘ pendidikan s1 adalah hutang, hutang gelar kesarjanaan pada kedua orang tua yang sudah menyekolahkan kita dari usia dini hingga seakrang. Maka gelar itu harus ditangan sebagai pertanggungjawaban bagi kedua orang tua. Sedangkan Master dan dktoral adalah bonus yang boleh diberikan dan boleh juga tidak pada kedua orang tua.’ Well.. sebelum aku ngelantur lebih ga karu-karuan.. semangat buat semuanya yang sedang menempuh pendidikan tinggi. Bagi yang bisa mengenyam pendidikan tinggi di kampus terkemuka jangan terlalu pongah, melainkan fikirkanlah apa yang bisa kalian beri pada sekitar dengan fasilitas serba wah itu. Bagi mereka yang sedang menempuhnya di daerah, jangan berkecilhati, go for it. Anak daerah juga berhak untuk sukses bareng. Namun tetap ingat, dimanapun dan kemanapun kita pergi. Darah ini masih merah dan tulang jugamasih putih. So, tetaplah gelorakan merahputih dimanapun. Terlepas dari nationality yang mungkin sudah berubah dan factor factor lain. mari kita bersama berbuat demi Indonesia lebih baik.


Senin, 17 Maret 2014

Saradan... sebuah memoar

pukul 23.32 malam, namun mata ini serasa enggan untuk terpejam. aku tak tahu mengapa? mungkin fisik ini sudah ter set up untuk memulai perjalanan pada hampir tengah malam selama kurang lebih 7 bulan ini. sehingga secara otomatis badan ini menyesuaikan diri. namun apakah benar itu alasannya? pasalnya hari ini adalah anomali. aku tiba di kota monarki dalam sebuah republik ini bahkan sebelum adzan magrib berkumandang. yah anggap saja aku terlalu lama tidur di dalam bus tadi siang.

jika selama 7 bulan terakhir aku hanya melihat deretan bangunan nan membisu ditemani temaram lampu kota, sesekali sorot kendaraan yang menyilaukan atau lengkingan klakson. namun hari ini aku melihat suasana berbeda. aku melihat kehidupan. pastilah, karena perjalanan siang sungguh berbeda. sangat terlihat geliat kehidupan di sepanjang rute surabaya - jogja hari ini. termasukdi wilayah saradan.

hmmm saradan? sebuah lokasi yang identik dengan simpul kemacetan panjang tiap liburan, kawasan ditengah hutan jati perhutani, dan sebagainya.. apa uniknya wilayah itu? lantas apa pula urgensi samapai aku harus susah payah nulis ditengah malam seperti ini? sepertinya itu pertanyaan yang mungkin muncul dibenak anda semua ketika membaca celotehan ini. anggapan tersebut tentu tidaklah salah. meskipun pulau jawa ini sering disebut sebagai kota yang tak pernah teputus oleh mereka dari luar indonesia, namun kawasan itu tidak terlalu banyak perubahan.

siang ini aku melintas kembali disana. bukan sesuatu yang wow pastinya ketika aku melintas disana. karena setiap minggu pun aku melewatinya. yang membedakan biasanya aku hanya melihat asrama yang diam membisu dengan gurat memoar masa lalu didalamnya yang seolah enggan untuk lekang. kenangan tetap tersimpan dan terjaga meskipun sang waktu telah mengikisnya. sama seperti bagaimana bangunan disana mulai usang dimakan waktu ditambah dengan hilangnya kepekaan. atau aku melihat kokohnya kantor salah satu instansi militer yang berdiri pongah disana. siatuasi yang berbeda ketika aku bisa melihatnya disiang hari. sisi sisi humanis dalam diriku menyeruak begitu saja. aku lepaskan diriku kedalam imagi masa lalu. melihat dan merasakan serta menelaah bahwa dari kawasan hutan jati itulah aku pernah menghabiskan masa kecil. sesuatu yang mungkin orang orang dari kehidupanku hari ini akan menyangkanya.

aku menghabiskan masa kecil di asrama barak saradan. atau yang biasa disebut dengan istilah mbarak, tangsen ( sebuah istilah jaman kolonial untuk merefers tempat tinggal tentara, sic) oleh masyarakat sekitar, dan banyak sebutan lain. asrama itu adalah tempat tinggal atau bahasa menterengnya rumah dinas yang dipinjamkan negara bapak ( kakek yang aku sebut dengan bapak) dan teman temannya. sebuah kebetulan saja, karena bapak adalah PNS untuk sebuah instansi militer yang aku sebut diatas.

tadi siang aku bisa merasakan bagaimana disini, ditengah hutan ini, aku merasakan suasana persahabatan kental dari setiap bagiannya. aku masih bisa merasakan aura permainan bersama teman teman, jajan es secara sembunyi sembunyi, bermain bersama kakak2ku, dan sebaginya. masih ku ingat pula bagaimana aku sangat rajin 'nyekar' pada burung nuri kesayangan si dimas kecil yang terkubur di depan rumah. disini, kami semua tidak mengenal mall, kami tidak kenal 21, XXI, kami juga tidak mengenal cafe, restoran, dan sebagainya. kami hanya mengenal hutan, ladang, dan pasar. serta lalu lalangnya bus.

bagiku saradan itu seperti sebuah inkubator. aku belajar tentang makna kebersamaan. makna itu aku pelajari dari para tetangga. meskipun gesekan pasti ada, namun bagiku, ada terlau banyak orang baik disana. seperti bu pardi yang sudah menganggapku seperti anak, mak engki yang tanggap memberi pertolongan ketika aku mengalami kecelakaan atas ulahku sendiri ( kebentur daun jendelan di salah satu rumah dengan arsitektur kolonial), hal ini membuatku takut pulang ke rumah, terus ada lagi orang seperti bu trimo, mami, dan sebagainya. kenakalanku juga ada disana. aku pernah harus mendapat jahitan di dekat mata akibat terkena lemparan batu nyasar yang dilakukan adek temenku ( sekarang dia sedang berdinas di perbatasan manado). tidak hanya itu, disinilah insting naluri belajarku tumbuh. betapa tidak, di usia 3 tahun, aku sudah 'kabur' dari rumah untuk pergi ke sekolah sendirian. pasalnya aku engen sekali bisa sekolah. kenangan lain yang muncul adalah ketika setiap sore kami ngaji bareng. seelum ngaji, kami sering main kerumah mbak ika. dan pulangnya kami selalu berjalan bersama sambil bercerita tentang tempat tempat angker di dekat tempat tinggal. cerita itu selalu berujung pada lariiiiiiii pulang. disini aku juga ingat bagaimana mbak nining menjadi semacam kakak baru bagiku. selain ada juga mas dian, dan mbak mimik yang selalu menjagaku juga.

tak jauh dari asrama itu, ada TK dan SD tempat dimana aku pernah menempuh pendidikan. aku memang menyelesaikan TK disana, namun hanya satu tahun menyelesaikan SD. karena bapak harus ensiun dan pulang ke tulungagung. sejumlah nama masih aku ingat, namun keberadaan mereka seolah hilang, musnah dan lenyap. mungkin saja mereka ada disekitarku, mungkin saja tidak. aku masih ingat betul nama beberapa temanku seperti yayan, dani, bambang, alan dan sebagainya. jujur ingin sekali bisa bertemu kalian lagi. sekedar pengen tahu saja dimana kalian sekarang.
ada satu hal yang sebenernya ingin aku lakukan, datang ke sekolah sdku dulu dan bertemu dengan guru kelasku. namun sayangnya, terakhir aku mendapat info kalau beliau sudah berpulang. yah mau bagaimana lagi.

bagiku, saradan adalah sebuah tempat penuh kenangan. disana aku belajar tentang kesederhanaan, dan keterbatasan. aku juga belajar tentang kerja keras disana. dibalik kemirisan tempat itu, harus diakui, bahwa saradan telah berhasil membentuk keluara besarku. saradan telah menunjukkan pada kami betapa impian harus terwujud meskipun secara logika waras itu sulit. saradan bukan saja menempatkan fondasi pada diriku, namun juga pada keluarga besarku. bahkan aku belumlah apa apa jika dibandingkan dengan anggota keluargaku yang lain.

pakdeku misalnya Letkol Inf Eko Prayitno, dia mengalami fase yang jauh lebih berat ketika di saradan. perjuangan demi meraih sebuah mimpi. keinginan untuk mewujudkannya dan mengubah nasib membuatnya terus maju, berjuang hingga menjadi seperti saat ini. beliau harus mengalami 3x gagal guna meraih asanya. disini terlihat bagaimana proses itu terjadi. orang sukses bukan hanya dilihat dari pencapaiannya kini, namun berapa sering dia jatuh namun bisa mencoba bangun kembali. 3x gagal akmil belum cukup, berbagai tudingan sarkas juga sering diarahkan pada mimpinya. namun dia tidak bergeming, terus maju. hanya keyakinan yang bisa menuntun beliau menjadi seperti saat ini. banyak pencapaian yang telah didapat baik dari dalam maupun luar negeri. namun yang lebih lagi adalah pengakuan masyarakat atas kontribusinya. beberapa hari lalu di kampus aku bertemu dengan adek kelas. dia berasal dari lokasi yang pernah dipimpin oleh beliau. dan yang terjadi adalah, dia bercerita banyak tentang upaya yang telah dilakukan. sebuah pengakuan dari masyarakat.

bukan hanya pakdeku, namun juga ibuku Dra. Suparti. beliau adalah sosok pembelajar sepanjang masa. beliau terus berusaha keras untuk belajar sesuatu hal yang baru. kebiasaan membacanya sungguh luar biasa. tidak hanya itu, beliau juga suka berdiskusi. aku rasa dua hal inilah yang menurun padaku. hampir sama dengan pakde, ibuku juga sosok yang tangguh dalam memperjuangkan asanya untuk bisa menjadi guru. di usia yang masih cukup muda, beliau sudah keluar dari rumah untuk belajar di kota lain, menempuh pendidikan guru setara sma disana. setelah lulus, kehausan akan ilmu yang beliau miliki terus memacunya. hal ini pula yang membawanya ke ibukota provinsi, surabaya. sebagai seorang wanita, menempuh pendidikan tinggi kala itu pasti banyak tantangannya. terutama hal hal berbau gender. diakui atau tidak, itu beliau alami juga. ada sejumlah orang yang merasa bahwa anak perempuan dalam satu keluarga tidak perlu meraih pendidikan yang terlalu tinggi, karena menganggap jenjang pendidikan profesi guru setara sma saat itu sudah cukup tinggi. namun ibuku terus berusaha semaksimal mungkin agar terus bisa belajar dan sekolah hingga beliau menjadi guru. perjuangan beliau berbuah manis ketika dikukuhkan sebagai guru teladan tingkat kota surabaya beberapa tahun lalu. tidak hanya itu, tahun lalu beliau dikukuhkan sebagai master teacher provinsi jawa timur.

apa yang aku alami di saradan cukup untuk menancapkan kaki ini tetap berada ditanah, meskipun badanya mengelana kemana mana. apa yang mereka berdua lakukan dalam meraih mimpi cukup menjadi motivasi buatku. jika dibandingkan beliau, aku merasa apa yang telah kucapai bukanlah apa apa. aku masih jauh jika dibanding beliau. kegigihan mereka dalam berusaha semakin mengobarkan api semangatku untuk terus berjuang. sekarang aku mungkin ada di jogja dan surabaya, namun mungkin saja aku akan terdampar di swisburne univ, atau flinders? atau melbourne, atau justru ke copenhagen di denmark? atau frankfurt schoolen di jerman? westminster? birmingham? amsterdam? atau justru menyusul jejak pakdeku yang penah kursus ke amerika.. mungkin saja aku akan terdampar untuk belajar d ohio? UCLA? columbia univ? northern illinois? atau jangan jangan MIT atau harvard? who knows? but He knows. keberadaanku beberapa tahun lagi memang tidak ada yang tahu termasuk diriku, namun satu yang aku tahu BERJUANG. setdaknya itulah yang bisa aku petik. karena keberhasilan itu adalah representasi dari proses yang terkristalkan. jatuh bangun adalah hal biasa, karena yang lebih penting adalah bukan jatuhnya,tapi bagaimana kita cepat bangun.



*dedicated buat seluruh anak daerah yang sedang berusaha meraih mimpinya
**semangat buat generasi ketiga keluarga besar ini kondisi kita sudah lebih baik namun tetap harus berusaha semaksimal mungkin. hug Kristalia Sandra ( yang sedang merajut impian) , Andika Perkasa (the youngest aero athlete) , Bimo Satriyo ( calon dokter hewan)


Jumat, 28 Februari 2014

Multitasking ala Stasiun Ngunut : Cleaning Servicepun bisa jadi petugas Ticketing loh

Sebenernya aku sudah mulai bisa menerima untuk tidak memikirkan masalah itu lagi. Namun siang ini fitria tiba tiba WA. Dia Tanya tentang pengaduan PT KAI by web. Karena dia baru saja mendapatkan pengalaman kurang menyenangkan dengan kereta api. Seketika aku merasa perlu untuk kembali mengevaluasi layanan instansi dibawah pimpinan Ignatius Jonan ini.
Untuk kesekian kalinya, pengalaman ini terkait dengan stasiun di kota yang aku cintai, Ngunut, Tulungagung. Heran yah, udah sering di nyiyirin kok tetep ajah pelayanannya geje. Ga mau melakukan perbaikan banget sepertinya. Atau jangan jangan udah terlanjur bebal kali yah. Pengalaman lain aku tuliskan di cerita sebelumnya di link ini.
Sebenernya semua berawal dari hari minggu 23 Februari 2014 lalu. Saat itu pakde telpon kalo kakak akan ikutan Jogja Air Show. Jadi kami nyusul kesana. Aku menyarankan untuk naik kereta. Seketika aku langsung beli online. Untuk pembayaran aku memilih lewat indomaret Ngunut. jujur udah kapok berurusan sama stasiun ngunut perkara pembayaran tiket online. Maklum dong dim harusnya, namanya juga di daerah.udah makluuuuuuuuuuuuuummmmmmmm pake bangettttttttt. Next. Setelah pembayaran berhasil, aku coba print di ngunut. Eh bisa. Pelayanannya juga sesuai SOP PT KAI seperti yang biasa aku dapatkan. Walaupun sebenernye udah ada feeling ga enak tapi biarlah.
Beberapa hari kemudian tepatnya kamis 27 Februari kemarin feeling ga enakku jadi kenyataan. Kita batal ke jogja karena kelasnya masku tidak dipertandingkan di ajang Jogja Air Show itu. Alhasil tiket harus diberi perlakuan sedemikian rupa dong. Berhubung aku lagi ngantor di Surabaya, aku minta tolonglah kemasku di ngunut. Mungkin karena ga pernah mengurus beginian, masku juga agak bingung. Terus dipakelah jalan tengah kalo begitu tiba di depan loket, mas ku aku telpon.
Benar saja di depan loket masku langsung telpon. Aku pun ngomong keinginanku ke simbak bla bla bla.. dan bagaikan kena gledek, simbak blang,
’ mohon maaf mas, gini ceritanya, saya itu aslinya petugas cleaning disini, cleaning service yang disuruh jualin tiket, karena petugasnya lagi libur. Mungkin yang mas pengin itu bisa disini, tapi berhubung saya itu petugas cleaning, jadi saya ndak bisa. Saya ndak tau caranya, saya belum diblajari mungkin. Jadi saya sarankan biar lancar untuk ke stasiun besar aja.. ‘
Mateeeeekkk naaaakkkk… apa apaan ini stasiun ngunut.tambah keren ae. Petugas cleaning dijadiin petugas penjualan tiket. Gaji ga seberapa tanggung jawab gedhe. Ga logis banget ga sih. But aku tetep mengapresiasi simbak cleaning. Aku mengapresiasi kejujurannya. Meskipun sebenernya jengkel tapi jengkelku pada petugas tikcketingnya. Kalo sama si mbak cleaning, dia adalah korban. Dia nggak tahu apa apa tapi dibenamkan disana. at least ini analisaku sih. Kenapa? Ya iyalah tanggung jawabnya itu loh. Ticketing kan tanggung jawabnya gedhe. Lah ini anak cleaning dikasih tanggung jawab segitu gedhenya. Dari segi salary juga pasti idealnya lebih gede dong dari petugas cleaning, tapi dia mengalihkan ke petugas cleaning ini. Rasanya ga adil ajah kan kalo seperti ini.
Yang jadi pertanyaanku adalah apakah ga ada orang lain di stasiun sampe petugas cleaning harus jadi petugas ticketing. Kalo memang disana ga ada orang petugas terus ngrangkap sih ga masalah.tapi dalam konteksseperti ini kan pastinya petuas cleaning yang di sulap jualan tiket pasti bisa dong semua tools yang ada, terus pasti secara teknis punya kemampuan mengoperasikan system dengan hak akses atas namanya. Kenapa same sedetail itu?karena kan memang ga ada orang di stasiun tersebut, jadi lembaga diatasnya tahu kondisini ini, sehingga dilakukan multitasking seperti itu. Itu idealnya. Yang jadi pertanyaan berikutnya adalah, ini diketahui ga sih ama daops? Atau jangan jangan petugas ticketing lagi males nglayani. Kalo memang petugas ticketingnya libur, kenapa tidakada orang lain dengan status dan kepangkatan sama yangmenggantikan? Ini aneh. Keanehan ini akankah dipelihara atau diperbaiki? Kita lihat saja nanti…

Jumat, 31 Januari 2014

‘ 12 Menit Kemenangan Untuk selamanya ‘ memoar diri dalam Hamengkubuwono Marching Band Championship (HB Cup) 2003

Jam sudah menunjukkan hamper pukul 11 siang. Namun aku masih bertahan di salah satu kamar suite Meritus Hotel Surabaya. Aku masih dengan setia menemani keluarga mbak Ita packing sebelum kembali ke Jogja dengan penerbangan wings air siang itu juga. Aku sebenernya bisa saja pamit untuk pulang duluan. Namun aku sayang melewatkan moment diskusi yang terus berglir setiap detik dengan mbak Ita dan ibundanya, yang notabene salah satu scientist di UGM. Ga Cuma itu, kelucuan Arcelion, anaknya mbak Ita membuatku makin enggan untuk ninggalin hotel di bilangan Basuki Rachmad ini tadi siang. Padahal aku ada misi sediri. Apa itu.. jreng jrengggg.. nonton film ‘ 12 Menit Kemenangan Untuk selamanya yang bercerita tentang one of my beloved world , Marching Band.
Hamper jam 12 keluarga mbak Ita keluar hotel menuju bandara. Sedangkan aku langsung tancap gas ke Ciputra World. Jalanan lengang akibat libur imlek cukup memangkas waktu tempuh basra - mayjend sungkono yang normal pada siang hari bisa selama 20an mnit menjadi hanya 10menit saja. aku langsung lari naikke lantai puncak dan beli tiket. Masih ada waktu 5 menit sebelum film mulai ketika aku masuk ke studio.
******
Apa sih sebenernya yang membuat film ini begitu menarik sampai harus bela belain datang ke ciputra world? Jawabannya adalah ambience dari Marching Band. Itu yang membuatku kesana. Film ini bercerita tentang perjuangan sebuah tim bernama PKT Bontang, untuk bisa ikut bertanding dalam GPMB ( Grand Prix Marching Band) sebagai lambing supremasi tertinggi perlombaan marching band negeri ini. Film ini bercerita bagaimana proses latihan ribuan jam yang harus dilalui oleh para anggota marching band. Baik latihan penguasaan alat maupun display. Sejumlah konflik juga digambarkan dengan cukup clear. Minimal sama dengan situasi dilapangan. Mulai dari kedisiplinan anggota, permasalahan antar anggota baik, like and dislike, pertentangan antara pelatih yang idealis dengan manager tim yang cenderung bermain aman namun banyak menuntut, anggota yang dilarang ikut kegiatan ini oleh kedua orang tuanya karena dianggap tidak berguna bagi masa depan, konflik yang berkecamuk dalam diri pemain, emosi untuk menjadi yang terbaik, hingga ketatnya sebuah kompetisi marching band.
Aku benar benar terbawa dalam alur film tersebut. Pada bagian pertama film ini membawa ingatanku melayang ke beberapa tahun silam ketika harus mempersiapkan diri dalam salah satu ajang lomba marching band tingkat nasional, hamengkubuwono marching band championship di Jogjakarta. Bagian awal tersebut menceritakan bagaimana kerasnya latihan yang harus dilalui oleh pemain. Film ini memvisualkan cukup baik bagaimana pemain melakukan kesalahan yang disebabkan anggota didekatnya yang seharusnya menjadi Patokan tidak ada. Anganku melayang saat mas Aziz dan mbak Nggona melatih kami dengan semangat kala itu. Mereka terus meminta kami untuk kompak, mengingatkan untuk berekspresi dan sebagainya.
Adegan latihan lainnya adalah TC (training Centre) sebuah proses yang harus dilalui oleh seluruh pemain. Dimana mereka harus berlatih selama 14 jam sehari. Aku pun juga mengalaminya. Kami mulai latihan jam 7 pagi dan baru selesai jam 7 atau 8 malam setiap hari minggu selama 4 bulan. Selain latihan TC, kami juga harus ikut latihan penguasaan alat tiga kali seminggu dari jam 3 – 6 sore, dan latihan display juga 3x seminggu jam 3-6 sore pula. Praktis 7 hari seminggu saat itu aku ada di gudang. Nama yang kami berikan untuk secretariat Marching Band Bina Remaja. Intensitas ini terus meningkat hingga mendekati keberangkatan.
Berbicara soal latihan, ada salah satu adegan ketika sang ealyn mendapatkan persyaratan dari sang ayah untuk mendapatkan nilai pelajaran 95 baru diijinkan main marching band. Seolah mendapatkan tantangan, dia intens ikut latihan, dia ikuti semua tahapan yang demikian keras, dan segera pulang ke rumah setelah selesai. Selanjutnya berbekal semangat dan passionnya di dunia marching band, di rumah dia belajar hingga larut malam untuk mengejar target dari sang ayah. Akhirnya itu membuahkan hasil indah ketika dia terpilih untuk mengikuti olimpiade fisiki mewakili sekolahnya.
Ketika seseorang memutuskan untuk aktif di marching band ketika masih sekolah, pasti akan menghadapi maslaah ini. Kekuatan fisik saja tidak cukup, melainkan mental dan motivasi untuk belajar menjadi dominan disini. Ritme latihan yang demikian tinggi terkadang membuat siswa lelah duluan sebelum sempat belajar. Sehingga akademik mereka jeblok. Aku juga merasakan bagaimana beratnya mempertahankan nilai akademik tetap berada di jajaran diperhitungkan kala itu. Hal terberat adalah ketika saya harus menghadapi ulangan pada hari senin, sementara pada minggu, sepanjang hari saya berpanasan di lapangan untuk latihan display. Saya tidak munafik dan berkata tidak lelah, saya lelah secara fisik, bahkan kadang, saya tertidur pulas didepan tumpukan buku. Namun semangat untuk tetap mempertahankan prestasi, membuat saya bangun lebih awal tiap pagi dan belajar. Dalam fase ini musuh utama adalah diri sendiri. Seberapa kuat mampu untuk tegas pada diri sendiri guna menunda kantuk dan lelah serta tidak menjadi sosok yang cengeng. Marching band mengajarkan saya hal itu. Ia mengajarkan saya bagaimana caranya agar dapat membagi waktu, tetap focus pada tujuan hidup, focus pada mimpi besar dan sebagainya. Finally saya masih bisa mempertahankan gelar 6 besar di kelas selama 3 tahun berturut turut kala itu ditengah, mohon maaf terjun bebasnya prestasi akademik rekan rekan saya.
Marching band juga mengajarkan saya konsistensi dan persahabatan. Betapa tidak, ritme latihan yang demikian keras kadang menjemukan. Terlebih ketika kami harus mengulangi formasi yang sama, ataupun mengulang not yang sama berulang ulang. Untuk mengisi kejenuhan ini celetukan dan guyonan guyonan spontan cukup menyegarkan suasana kala itu. Ini pula yangmenyebabkan adanya kedekatan diantara kami semua.
Dalam marching band, persahabatan sebenernya bukan saja terbangun sesame rekan dalam satu tim. Ketika sebuah tim tampil di ajang perlombaan besar, maka persahabatan itu juga muncul antar tim dari berbagai daerah. Mereka disatukan atas nama pemain marching band. Group yang digambarkan dalam film ini adalah PKT Bontang. Imagiku langsung beralih ke tahun 2002. Satuanku pernah head to head dengan mereka di Kejurda Jatim dan Jatim Open Tournament di Surabaya. Setelah elomba itu kami masih intens komunikasi. Persahabatan lain yang terbentuk saat itu adalah antara Bina Remaja dengan Gita Sandi Putra langsa, Telkom Langsa NAD. Kami masih terus komunikasi hingga bencana tsunami menerjang aceh. Sejak saat itu hingga hari ini kami benar benar lost contact. Personally saya masih bisaberharab bertemu kembali dengan mereka semua sih. Hehehehe…
Fase latihan tersulit adalah belajar lagu dan koreo baru. Belajar membaca not per alat. Kami harus memiliki penguasaan pada alat dan lagu. Kadang kami harus menghitung jeda yang cukup lama dengan langkah kaki. Konsentrasi sangat dibutuhkan disini ketika latihan per alat itu. Karena ketika kami semua dikombinasikan, akan sangat mudah menandai di bagian mana kita harus bunyai dan mana yang diam.
Film ini juga menunjukkan, selalu ada air mata yang tertumpah jelang keberangkatan. Jika di film ini digambarkan airmata yang menimpa beberapa anggota, namun saat kami dulu, tangisan itu muncul secara bersamaan. Tingkat stress yang cukup tinggi membuat tensi sering naik termasuk pelatih. Kami semua berkumpul dan mengevaluasi diri bersama. Saat itulah ada adegan menangis jamaah dan berjanji akan melakukan yang terbaik. Tangis jamaah itu seolah menjadi titik puncak lelah kami selama itu. Karena setelahnya kami berusaha tampil maksimal.
Filosofi yang diambil dari 12 menit kemenangan untuk selamanya adalah para anggota marching band berlatih selama ribuan jam, membaca beratus kali not, berlatih koreo siang dan malam, demi 12 menit yang sangat menentukan. 12 menit yang menjadi puncak latihan berat tersebut. Hanya 12 menit untuk menunjukkan semuanya kepada dunia. karena hasil latihan mereka akan ditampilkan, dinilai, dan diapresiasi dengan durasi tak lebih dari 12 menit performance. 12 menit ini pula yang akan membekas menjadi sebuah kenangan sepanjang masa dalam hidup seluruh anggota. Karena setelah 12 menit itu, mereka mungkin tidak akan pernah lagi berlatih koreo yang sama, lagu yang sama bahkan bermain dengan tim yang sama.
Detik detik menegangkan yang dihadapi oleh semua pemain marching band dimanapun dia berada digambarkan cukup baik dalam film ini. Ketika adegan di ruang tunggu, saya kembali merasakan gimana kami berdiri di depan pintu utara mandala krida menunggu giliran masuk ruangan. Seketika itu pula, 12 menit sebelum masuk, kami merapatkan barisan. Membentuk lingkaran, berdoa bersama. Sama seperti yang dilakukan tim PKT sebelum masuk istora di film tersebut. Jantung ini makin berdegub ketika terdengar suara ‘ yuk pintu siap dibuka ya’. Begitupintu terbuka, dengan bangga kami masuk ke dalam stadion mandala krida, diiringi tepukan penonton. Aku masih bisa merasakan hingga hari ini bagaiaman kami berjalan, detik detik warming up, dan tentunya kalimat ‘ for the judge are you ready?’ dimana juri utama saat itu adalah Jim Casella dari Santa Clara vanguard and dribble band Amerika Serikat. Sebuah kehormatan bagi kami yang tim dari kampung ini, dinilai langsung oleh expert dari amerika. Hanya satu yang ada di pikiran kami saat itu, menunjukkan yang terbaik. 12 menit itu pun akhirnya berlalu, sayangnya, 12 menit kami saat itu harus ditutup dengan ambruknya Asri bersama basdrum yang dibawa. Ya.. asri pingsan bersamaan dengan pasukan dihentikan oleh gitapati. Sampai saat ini, masih teringat jelas bagaimana sisca dan weni sang duet terompet menangis haru karena diapresiasi oleh penonton di mandala krida. Bahkan sisca membutuhkan waktu yang sangat lama untuk berhenti. Teringat pula bagaimana wina sang solo dancer histeris tidak percaya dia telah tampil. Namun dibalik euphoria tersebut, ami masih terus cemas pada kondisi Asri. Tawapun kembali pecah ketika kami melihatnya jalan sambil dirangkul. Ya teman kami kembali. Ini sama seperti kembalinya eavlyn dalam film ini.
Saat yang tak kalah menengangkan dan mengharukan ketika kami harus berdefile upacara penutupan. Jantung ini makin berdebar kencang ketika gelarjuara disebutkan. tawa, dan tangis kembali pecah ketika panitia mengumumkan kami meraih juara dua kala itu. Sesuatu yang benar benar sangat membanggakan. Meski bukan menjadi juara 1, namun saya bangga, 12 menit itu telah berhasil kami lalui dengan baik. 12 menit yang mendebarkan, dan menegangkan. 12 menit yang memang akan dikenang selamanya.
******
Banyak orang beranggapan bahwa marching band hanya hura hura. Ada juga yang beranggapan buat apa ikut marching band,Cuma dapat capek dan ga dapat duit, kalimat satir lain adalah marching band Cuma memperalat kita untuk memperkaya owner dari organisasi tersebut, bahkan parahnya ada yan bilang marching band merupakan wujud exploitasi sumber daya manusia. Apa yang saya tuliskan ini setidaknya fakta yang seringkali terjadi dilapangan. Terutama ini diucapkan oleh mereka yang tidak puas dengan cara melatih, cara kerja, tidak siap akan tekanan dan sebagainya. Ketika saya masih berada dalam organisasi ini, mungkin saya juga akan berfikir demikian, terlebih ketika banyak orang mempertanyakan keberadaannya dengan sudut pandang rupiah.
Namun kini, setelah saya melewati fase itu, saya bisa menyimpulkan, kami memang tidak pernah mendapat rupiah, mungkin kami memang diexploitasi, mungkin kami memang memperkaya owner. Namun ada yang terlupa, kami bukan hanya bermain musik. karena disini kami ditempa, kami belajar bagaimana caranya konsisten. Kami belajar memahami satu sama lain dan mengesampingkan ego, kami belajar bagaimana bersosialisasi dan berteman, kami belajar berelasi dengan banyak orang termasuk mereka yang diluar provinsi, kami memang menjadi hitam legam, namun kami memiliki tumpuan kuat di kaki yang kelak akan menopang diri ini. Kami memiliki tangan yang kuat sebagai representasi latihan membawa alat music yang kelak akan kami gunakan lebih sering untuk bekerja. Kami memiliki otak yang sudah terbiasa membagi konsentrasi yang kelak akan digunakan ketika harus multitasking di dunia kerja. Mungkin kami memang hanya menyanyi, namun sebenernya kami menyanyikan simfoni kehidupan dimasa yang akan datang. Mengutip kalimat terakhir Titi Rajo Bintang pada manager tim yang mengabarkan ayah Lahang meninggal beberapa menit sebelum lomba dimulai,’ Biarkan Lahang tetap disini, dia tidak akan mendapat apa apa ketika meninggalkan semua sekarang. biarkan dia bisa membawa pulang susuatu yang membuatnya terkenang. Sesuatu yang membanggakan, ‘ ya 12 menit tersebut memang benar benar membanggakan. saya bangga pernah menjadi bagian dari Marching band.. karena I march in every step and my blood…


Kamis, 30 Januari 2014

Putri Indonesia Jawa Timur menuju dunia : Sebatas symbol atau Pembawa perubahan?

Malam ini masih lelah rasanya setelah tugas ke beberapa kawasan di Jawa Timur. Begitu nonton tv eh ada pemilihan Putri Indonesia. jujur tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Aku memang sudah tidak terlalu mengikuti perkembangan kontes putri putrian macam gini. Udah ga ada waktu buat ngurusi beginian. Satu satunya resourceku tentang hal ini ya dari salah satu temen SMAku Achmad Ansori a.k.a Vargaz Achmad kalo ga salah nama account socmednya. Dia keranjingan banget sama kontes putri-putrian maupun putra putraan…
okay back to topic. Tahun ini Putri Indonesia berasal dari Jawa Timur. Sudah jadi rahasis umum memang, terutama dikalangan teman teman model, kalau kontes seperti ini diikuti oleh banyak kalangan. Tidak saja dari propinsi yang sama. Mereka yang berasal dari propinsi lain namun masih memiliki korelasi dengan provinsi tersebut bisa mendaftar. Lets say salah satu putri Indoensia yang berasal dari Jawa Tengah beberapa tahun lalu ( dia justru banyak menghabiskan waktu di Jakarta daripada di Jateng sendiri. Konon dia memilih jateng karena leluhurnya darisana). Namun memang sih masih ada juga putri Indonesia yang memang pure berasal dari provinsi itu sendiri. Contoh kasus nih Putri Raemawasti yang asli Blitar dan kuliah di ITS (sic: kalo ga salah inget.. hehehehe), dia jadi Putri Indonesia kala itu dan mewakili Indonesia ke ajang Miss Universe juga kok.
Melihat Putri Jawa Timur menjadi Putri Indonesia, muncul pertanyaan di kepalaku, bagaimana dia bisa berperan untuk turut memajukan Jawa Timur? Loh ngapain kok Jawa Timur? Indonesia dong, kanPutri Indonesia. iya memang dia sudah menjadi PI, saya sangat sadar kalau dia terhitung beberapa menit lalu ( tulisan ini dibuat langsung ketika acara grand final PPI berakhir) dia resmi menjadi milik bangsa Indonesia. tapi gimanapun juga kan dia membawa nama Jawa Timur sebagai dapil ( meminjam istilah para caleg dengan kata dapil : daerah pemilihan). Sudah seharusnya dia bertanggungjawab untuk turut mengembangkan provinsi ini juga.
Jawa Timur memang memiliki kualitas kesejahteraan yang tinggi, pertumbuhan ekonominya udah diatas rata rata nasional. Tapi jangan salah, disparitas di wilayah ini masih terjadi. Banyak PR yang hasrus dikerjakan. Dengan membawa nama Jawa Timur, maka otomatis dia juga bertanggungjawab bukan saja untuk menunjukkan behave sebagai putri melalui sikap dan perilaku saja, namun lebih dari itu, dia juga otomatis harus ikut memajukan provinsi ini dengan cara apapun. Lah tapi kan dia pasti punya jadwal padat Mas, gimana bangunnya? Ikut membangun Jawa Timur bukan melulu harus berada di provinsi ini terus. Namun turut memberikan sumbang sih pemikiran, tenaga, akses, lobi dan apapun yang dimiliki untuk kemajuan Jawa timur.
Lets say potensi Jawa Timur yang demikian besar. Batik salah satunya, 30an dari 38 kabupaten kota di provinsi ini memiliki motifnya masing masing. Wisata juga ga kalah lho dibanding Bali. Bahkan dikawasan pantai selatan jawa memiliki banyak sekali objek menakjubkan. Seperti beberapa pantai yang ditemukan oleh teman teman PACIWISTU ( sebuah organisasi yang pecinta wisata Tulungagung ).
Putri Indonesia juga memiliki sejumlah misi social. Ada banyak sekali agenda yang bisa dia angkat berdasarkan kondisi di masyarakat Jawa Timur. Masalah gender dan pendidikan misalnya, masih banyak masyarakat di Jawa Timur yang menganggap pendidikan untuk wanita itu tidak penting. Fenomena menikahkan anak di usia dini juga banyak. Jujur beberapa teman sudah menikah bahkan ketika masih di bangku SMA. Terlepas dari bagaiamana status social meraka, hal ini menunjukkan bahwa di provinsi ini pro gender harus dilakukan. Bukankah PI juga focus disini? Pemberantasan buta huruf juga bisa dilakukan disini. Isu ini bisa diangkat untuk ditindak lanjuti, bukan sekedar dikunjungi dan sebagai ajang foto foto seperti yang biasa dilakukan para putri tersebut. Mengawal perubahan social di masyarakat perlu untuk dikawal. Sebagai orang yang memiliki akses, rasanya tidak terlalu muluk mengantungkan asa ini kepadanya. Paling tidak, ketika courtesy call dengan para petingi negeri ini, dia bisa bercerita tentang kondisi real disini.
sebagai putri Jawa Timur, harus bisa mengubah paradigm masyarakat bahwa Putri semacam itu hanya akan mendatangi untuk show off. dia harus bisa menjadi motor penggerak kegiatan social di Jawa Timur. Banyak kawasan yang masih butuh sentuhan orang dari luar di provinsi ini. Pun itu tidak termasuk prokernya, dia kan bisa merangkul teman temannya alumni Pemilihan Putri Indonesia Jawa Timur, dimana orang orang itu mayoritas berisi para duta wisata dan sebagainya. Dia bisa daja membuat movement tersebut di masyarakat Jawa Timur. Bagaimanapun juga sebagai Putri Indonesia yang membawa nama Jawa Timur sebagai dapilnya, tanggung jawab morak berupa feedback positif bagi masyarakat harus bisa dirasakan. Jangan seperti para wakil rakyat asal jatim yang beberapa diantaranya lupa atau malah hanya mendekat ke konstituen sebelum pemilihan. Pemahaman akan keJawa Timurannya harus ada.
Mungkin sejumlah pembaca akan menilai ini terlalu utopians, sebenarnya tidak, ini bisa dilakukan. Anggap saja tulisan ini sebagai ungkapan ‘mengingatkan’ dari salah satu masyarakat Jawa Timur, yang nama daerahnya dipakai untuk pemenangan putri Indoensia. Senang pasti, mendukung jelas iya, namun mengingatkan harus dilakukan agar dia tidak terlalu terhanyur dalam euphoria kemenangan dan persiapan Miss Universe dan melupakan dari provinsi mana dia berasal.

Senin, 20 Januari 2014

Jogjakarta sebuah kota penuh cerita : CAS ( Catatan Akhir Semesteer ) mahasiswa pascasarjana UGM

yogyakarta... sebuah kota penuh cerita.. ga terasa hari ini resmi aku mengakhiri study

semester ini di jogja. kota yang senantiasa aku tinggalkan di hari kamis, dan kudatangi pada

senin dini hari.

kalo kata siti nur haliza, 'begitu banyak cerita, ada suka ada duka..' eitzz tapi kelanjutan

liriknya bukan buat konsumsi umum yaaa.. hehehehe... yup memang benar.. ada banyak cerita

selama satu semester ini. aku juga bertemu dengan orang orang yang katanya ebiet ' sebatas

angan'..

ada duka disini. mungkin bukan sebuah duka yang mengharubiru, namun sebuah duka bernama

mengalah pada keadaan untuk menang. situasi transisi yang sulit dalam kehidupanku.

meninggalkan sebuah kehidupan lama di kota pahlawan dan memulainya yang baru. meski bukan

total baru. kenapa? karena aku hanya membagi diriku kaya amoeba yang membelah diri, untuk

hidup di dua kota jogja dan surabaya. berat memang diawal, tapi bisa dibilang indah ketika

kita bisa menikmati setiap fragmen kehidupan tersebut. kota ini telah sukses membuatku

sedikit lebih mendengar, sedikit lebih melihat, dan sedikit lebih merasakan. perjuangan yang

sebenarnya terjadi disni. bukan hanya versi cerita dari buku buku motivator ataupun versi

novel yang sering aku baca dikala rehat

ada moment, ta benar, banyak sekali moment disini. salah satunya adalah nekad bolos kuliah

hehehee.. demin merasakan 'ambience', seperti yang berulang kali dibilang mak eka maria ulfa.

bersamanya kami nekad nyewa motor demi sebuah kesakralan budaya jawa bernama dhaup ageng

sultan mantu. aku, benar benar menjadi orang biasa. jika dulu aku bisa saja ikut dengan

mengandalkan karu sakti, namun disini, aku benar benar berbaur dengan warga jogja. aku

melihat dimana budaya masih sangat erat dijunjung disini. aku melihat sebuah kebanggan dari

orang jelata karena sang suami mengabdikan diri pada keraon. ekspresinya sungguh tulus ketika

berulang kali si ibu menjelaskan pada kami semua yang notabene bukan warga asli tentang

budaya jogja.

ada persahabatan, ya.. disinilah saya menemukan teman. para penyamun dengan keunikan masing

masing. Intan Suryaningtyas Zakiah, Aulia Basuki, Tommy Erawan, Densa Siregar dan si aceh

fiandy mauliansyah. berawal dari makan siang bareng, saya menemukan keakraban disini.

keakraban sebuah pertemanan yang sayapun sudah lupa kapan terakhir merasakannya. memang saya

punya teman teman devata balinesia di surabaya, namun yang saya rasakan lebih dari itu.

merekalah yang membuat saya merasa kesepian ketika terpisah dan harus pulang ke surabaya.

mereka mengajarkan saya ga enaknya berpisah dengan teman. hmmmm.... rasanya kok koyo melasmen

yo uripku sebelumnya hahahaha... jujur rasanya berat meninggalkan kelima makhluk ajaib

tersebut untuk pulang dan menjalani libur serta tugas di depan mata

ada ilmu, ya benar, saya benar benar belajar bagaimana mencari ilmu yang benar. yang jelas,

disini syaa jadi rajin kuliah, meski kadang telat sih, terutama pas senin karena dini hari

baru sampe dan pagi kuliah, atau telat di hari selasa karena harus masuk pagiiiiii

benerrrrr... hahahaha... saya jadi tahu banyak tentang pentingnya pendidikan tinggi, ga cuma

itu, saya benar benar tahu bagaimana memanfaatan ffasilitas belajar. dan yang terpenting,

saya tahu rasanya takut ama dosen. hahahahaha.... maaph yah pak budosen saya dulu... saya

terlalu menganggap anda sebagai teman main sih... seperti pas bimbingan TA, kalo bukan gue,

ga bakal ada lagi deh yang bimbingan selama 4 jam dimana bimbingannya cuma 30 menit sisanya

ngobroooollll panjang kali lebar kali tinggi ama dosen pembimbing.. hehehehe

bertemu dengan yang sebatas angan... ya benar. dulu saya hanya bisa berinterkasi dengan

expertise hanya sebatas pada hubungan jurnalis dan narasumber. tapi kini saya benar benar

bisa beertemu dengan sosok sosok wow. saya juga diajar dengan bukan orang biasa. sebut saja

founder LSI- mas Dodi Ambardi P.hD, doktor yang luhmanian sekaligus seseorang yang paling

bikin saya penasaran padanya bahkan sebelum diterima di komunikasi UGM DR, Phil Hermin Indah

Wahyuni, terus ada mbak Rahayu, seseorang yang saya salut dengan perjuangannya dari kota

kecil bernama tulungagung menuju dunia. saya salut karena memang beliau asli sana. dari segi

mahasiswanya saya benar benar berada ditengah bukan orang biasa, bahkan benar benar calon

pemimpin masa depan negeri ini. eka maria ulfa sang wapemred suara pasuruan, mbak Condrodewi

Puspita dengan pengalamannya, mbak Ina Ratriana yang jago statistik, mbak Isma sang humas

pemkot jogja, mbak andry dan mas febry kominfo mungkin merekalah sosok pembawa pencerahan

tentang information society di Indonesia kelak. sastrawan keren kang Abid yang benar benar

membawa jambi mendunia.

ada jurnalis. nah ini yang sampe sekarang ane gagal paham. pulau jawa ini cukup luas, namun

disini saya bener bener dipertemukan dengan orang orang yang terlinked dengan kehidupan

profesional saya. demi apah coba para broadcaster surabaya berkumpul di kota bernama jogja di

waktu yang nyaris bersamaan, eka maria ulfa eks, Randie Kastanya, Yuki Aditya eks Suara

Surabaya, ane eks Elshinta, terus Nana Prayogo eks Trijaya. ini masih bikin gagal paham.. ga

cuma itu disini juga ada dua orang jurnalis lain, lats say bang satria sang kepala suku, eks

trijaya yang sekarang di humas UGM dan lutfi luberto eks RRI pro 3 Jakarta hahahaha...

ooopppsss the last but not least... ada keluarga juga disini, dua orang yang ebenr bener udah

jadi keluarga baruku. Yona Septiani dan Amirul Hakim. merekalah tempatku datang saat laper,

tempat berkeluh kesah saat susah, dan tempatku jahil saat stress... hehehehe...

sekarang 00.05 saat tulisan ini selesai dibikin. bentar lagi keretaku datang. welcmoe

world... aku akan kembali ke kehidupan lamaku sejenak, tapi kalian semua dan pengalaman ini

masih