Selasa, 17 September 2013

Vickinisasi… kerinduan akan cendekia…

Haloooooowww siapa sih yang ga kenal nama Vicky prasetyo? Kenal kan kenal dong bener kan bener dong??? Hayoooo yang ga tahu kemana ajah buuuu???? Nama orang satu ini sontak menjadi headline diberbagai media beberapa waktu terakhir. Eh sebelum nya aku mau cerita dikit … buat yang belum tahu, itu lho si Vicky mantan tunangannya Zaskia Gotik… piye dab… wis do eling po? He rek lek ga eling yow is takono bolo bolomu.. hehehehe…
Sosok satu ini langsung membuat semua mata tertuju padanya. Kenapa? Karena pada salah satu acara tepatnya saat pertunangan dengan Zaskia, dia melontarkan banyak sekali kalimat alien.. haduuuuhhhh pake UFO juga dong… halah. Hahahaha.. Vicky terkenal dengan berbagai kalimat sok inteleknya dang a banget. Sebut saja 29 my age… statusisasi… kudeta kemakmuran dan labil ekonomi… selintas pilihan katanya menunjukkan seolah pintar. Tapi benarkah demikian?
Kalimat yang dilontarkan Vicky ini dari segi struktur kebahasaan sangat ga banget. Dia menempatkan kata tidak pada porsinya. Sehingga menimbulkan kebingungan tersendiri. Dalam salah satu teori komunikasi, sebuah komunikasi itu bisa berjalan ketika ada transmitter dan receiver. Ketika pesan yang disampaikan itu positif maka akan dapat ditangkap oleh komunikannya, namun ketika pesan tersebut negative maka tidak akan bisa ditangkap. Situasi ini dapat dikatakan sebagai kebingungan dalam menangkap pesan akibat terjadi bias, penafsiran ganda dan sebagainya. Nah kalimat si Vicky itu bisa menimbulkan hal tersebut. Pemaknaan yang salah dapat menimbulkan salah persepsi. Apalagi penempatan struktur kata yang acak adul. Bisa bikin eror itu.
Kalo dilihat sebagai hiburan, kalimat Vicky ini bisa menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi masyarakat. Belakangan masyarakat kita banyak disuguhi tayangan ga bermutu. Segala sesuatu yang dianggap lucu oleh masyarakat akan membawa dampat profit dan sebagainya bagi media. Kalimat Vicky ini berkembang karena masyarakat jugamenginginkannya. Mereka melihat itu sebagai hiburan. Meskipun pada dasarnya itu slaah kaprah dari segi konten siar.
Kalau kita lihat dari sudut pandang yang lebih filosofis maka fenomena Vicky ini dapat direpresentasikan dengan kurangnya ketokohan mereka dengan tingkat pendidikan tinggi. Minimnya jumlah masyarakat yang dapat mengakses pendidikan tinggi membuat mereka mengagungkan sesuatu yang baru dan terkesan intelek. Maka dari itu harus dilakukan banyak sekali pengkajian lebih mendalam terkait hal ini. Kita juga dapat mengatakan fenomena Vicky ini sebagai wujud kerinduan masyarakat terhadap sosok-sosok pintar namun tidak ikut arus kepentingan kekuasaan dan terpolitisasi. Hal menunjukkan secara implisit pada kita bahwa masyarakat ini membutuhkan sosok sosk panutan dengan kemampuan akademik yang mumpuni dan memiliki sisi ketokohan. Ketokohan bukan saja sebagi pejabat maupun personal, tapi ketokohan seseorang yang ahli dan dikenal oleh masyarakat melalui karya karyanya. Bukan ketokohan seorang ahli yang justru hanya dikenal di ranah keilmuan dimana dia berasal saja meupun yang hanya dikenal karena terlalu banyak mewakili kalangan tertentu yang berkepentingan.
argumen ini diperkuat dengan lamanya penayangan baik berita maupun update di media tentang Vicky. Selain itu, pengunaan kata kata Vicky ini juga dapat dengan mudah diimplementasikan oleh masyarakat. Baik dalam kehidupan sehari hari, ketika bergaul dengan teman, saudara, rakan sejawat. Bahkan melihat situasi ini politisi kitapun ikut ikutan latah dengan menggunakan kalimat nyentrik ala Vicky prasetyo ini. Sebut saya Anas Urbaningrum yang turut melakukannya dalam sebuah kesempatan. Harus diakui kasus kalimat Vicky prasetyo jauh lebih menarik disbanding kasusnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar