Selasa, 17 September 2013

jogja undercover ( my version )

Jogjaaa… ketika kita berbicara tentang kota ini maka yang terlintas tentu saja keraton dan Malioboro. Semua orang sudah tahu itu. Namun tidak semua orang mengerti dengan jelas bagaimana situasi disini. Mungkin tulisan ini terlalu pagi untuk membuat sebuah justifikasi terkait kota pelajar ini. Tapi paling tidak saya menulis berdasarkan pada pa yang dirasakan. Mungkin one day semua bisa saja berubah bisa saja stag. Tiga hari pertama menyandang predikat sebagai mahasiswa di kota ini sebagai scholar ada beberapa hal yang dengan mudah mengusik diri saya. Mungkin secara random saya akan membahasnya.
Jogja dan Pejalan Kaki
Beberapa tahun lalu kota asal dimana saya bekerja Surabaya melakukan pembersihan besar besaran terhadap trotoar. Saat itu SAT POL PP menggusur banyak sekali lapak pedagang kaki lima dari trotoar dan mengembalikan fungsinya sebagai tempat yang nyaman bagi para pedestrian. Meski belum di seluruh bagian kota paling tidak ditempat dimana terdapat banyak orang, Surabaya boleh berbangga memiliki pedestrian yang memang layak meski jumlahnya belum semua. Paling tidak ketika kita berjalan di kawasan sepanjang pusat kota kita nyaman dengan trotoar yang ada. Padahal jika kita lihat dengan seksama jumlah pejalan kaki di Surabaya tidak terlalu signifikan disbanding jogja. Bahkan terkadang trotoar justru dipake jalan oleh motor, saya juga sering melakukannya di kawasan depan McD Basra. Hehehehehe
Disini situasinya berbeda, secara kuantitas, jumlah pejalan kaki di jogja lebih banya disbanding Surabaya. Namun secara kualitas trotoar, tempat para pejalan kaki di jogja tidak ramah pada pejalan kaki. Trotoar dengan mudah tersulap menjadi tempat jualan. Bahkan sama sekali tidak terdapat space untuk berjalan oleh satu orang. Silakan lihat di kawasan UGM dimana lebih dari separuh badan trotoar sebagai lapak jualan. Ini juga terjadi di banyak wilayah kota ini terutama yang dekat dengan lokasi konsentrasi massa. Selain itu, trotoar yang dimiliki pun tergolong sempit. Lebarnya bervariasi namun mayoritas kurang dari 1 meter. Pun ada trotoar yang lebar maka jalur pejalan kaki ini dengan mudah terhalang pohon besar atau kalau tidak posisi halte trans jogja.

Unlogic food rate
Saat awal awal mengurus keperluan study di kota ini, ada teman yang ngomong masalah ga logisnya harga makanan dengan pendapatan masyarakat. Dan sekarang saya mengakui jika harga makanan ketika kita piker lagi memang tidak logis. Betapa tidak, UMR kota ini berada dikisaran 1 hingga 1,1 jt per bulan, namun harga makanan standart berada dikisaran 10rb rupiah. Makanan standart yang saya maksud disini adalah warung pinggir jalan yang agak besar, dengan lampu penerangan, relative higienis dan menu yang layaknya ada di warung pinggir jalan. Bayangkan dengan harga sekali makan mencapai 10 – 13 ribu maka paling tidak tiap bulan gaji seseoarnag hanya akan habis buat makan, lalu gimana dengan keperluan lain? kok bisa ya mereka hidup dengan situasi perhitungan matematis sulit seperti ini. Tapi kan sekarang ada burjo dan angkringan mas? Iya memang benar, namun tidak semua burjo dan angkringan memiliki tingkat kebersihan dan higienitas baik. Sebagian justru mengesankan kotor. Itulah yang membuat saya mengatakan standart makanan yang 10-13rb sekali makan. Lebih enak memang makan di kantin kampus yang relative lebih murah. Sebenernya esensi temmpat makan tidak harus mewah tapi bersih, enak dan murah.
Sebagai perbandingan Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia. Kota ini memiliki UMR 1, 74jt / bulan, kita masih bisa dengan mudah menemukan makanan plus minum dengan kriteria diatas dengan harga dibawah 10 ribu. Sehingga masih bisa buat saving.

Ada perda KTR KTM ga sih?
Beberapa kota di Indonesia belakangan sibuk menerapkan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan terbatas Merokok. Nah di kota ini saya melihat sebuah ke ironisan. Orang dengan enaknya merokok dimanapun mereka mau. Hanya di tempat seperti stasiun saja yang mereka patuh terhadap regulasi. Bahkan yang saya ga abis piker kenapa etika merokok tidak mereka terapkan ya. Etika merokok disini adalah tidak melakukannya bisa ruangan sempit meski tanpa ac sekalipun, jika ada wanita, dan jika ada anak kecil. Disini sejauh saya melihat butuh ngrokok mah ngrokok ajah ga ada yang larang juga. Memang untul urusan yang satu ini self awareness kitalah yang lebih dominan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar